Dalam sebuah buku
saku Ali Shariati ‘Tugas Cendikiawan Muslim’, menyebutkan, INSAN adalah mahluk
menjadi (becoming) yang terus
bergerak maju kearah kesempurnaan. Manusia dalam statusnya sebagai BASYAR
adalah mahluk yang sekedar berada (being).
Semut dan serangga lainnya tidak pernah dapat melampaui eksistensinya; ia
menggali lubang dengan cara yang sama sebagaimana ia melakukannnya 15 jt tahun
yang lalu di Afrika. Manusia (Basyar) juga tidak akan mengalami perubahan; ia
akan tetap menjadi mahluk berkaki dua yang berjalan tegak dimuka bumi. Dalam
sajian prasmanan filsafat modern, Ach Dhofir Zuhry, menulis; hal senada yang
pernah diungkap seorang filsuf pemilik bakso eksistensialisme (Soren Aabye
Kierkegaard) bahwa, eksistensi manusia bukan ada (being), melainkan menjadi (becoming), yang berarti perubahan dan
perpindahan, yakni perpindahan dari kemungkinan menjadi kenyataan.
Menjadi (becoming)
adalah bergerak, maju, mencari kesempurnaan, merindukan keabadian, tidak pernah
menghambat dan dan menghentikan proses terus menerus menuju kesempurnaan. Ini
harus menjadi asas melajunya kemanusiaan, yakni senantiasa dalam proses
mengalir. Dalam al Qur'an dikatakan "kembali ke asalnya", menunjukkan evolusi tanpa henti dari manusia
kearah tanpa batas, bahasa keren-nya adalah manusia paripurna (Insan Kamil). Tetapi dengan alat apakah
seseorang bisa mendapatkannya? Dengan cangkulkah? gunting? Ah barang kali
dengan sendok neh.! Ternyata tidak. Al kindy, Al Farabi, Al Razy dan faylasuf
lainnya menjawab dengan jalan filsafat. Ibnu ‘Arobi, Al Busthami, Al Gozali dan
sufi lainnya menjawab dengan jalan sufi (al
fana’ fillah). Shihabuddin Suhrawardi Al Maqtul, Sadruddin Syiradzi, dan
teosofos lainnya menjawab hanya dengan jalan teosofi. Tetapi para kiyai
materialisme beda lagi, Karl Heinrich Marx dan kiyai matre lainnya berfatwa,
itu semua tidak perlu, manusia hanyalah mahluk alamiah, oleh karena kebahagiaan
bisa didapatkan di dunia, maka kepercayaan yang berbau metafisik harus ditolak,
satu-satunya asas kesusilaan hanyalah mendapatkan kebabahagiaan, dan Tuhan
hanyalah ciptaan manusia. Keren, ada pengikutnya disini gk ya,. Cepat basuh
kaki!
Menjadi adalah sebuah proses bergeraknya manusia secara
permanen ke arah Tuhan, ke arah kesempurnaan ideal. Tetapi bagaimana melalui
proses menjadi? Ali Shariati menyebut tiga atribut penting ke arah itu.
Pertama,
kesadaran diri. Sadar diri sebagai manusia, dari Dia dan sedang menuju Dia.
Sadar diri sebagai mahasiswa saat ini, dengan memfokuskan diri pada proses yang
berputar pada tiga hal, yang saya sebut sebagai Mega Proyek Mahasiswa yaitu:
1. Membaca
disintesiskan dengan menulis
2. Menekuni
proyek-proyek kampus (akademis)
3. Aktif
dalam pengembangan wacana dan pergerakan dalam sebuah organisasi mahasiswa (Organisatoris).
Jika saja mahasiswa/I menekuni tiga atribut ini, saya
tidak hanya sekedar yakin, tetapi andalah tokoh masa depan. Anda belum yakin?
Sepertinya persepsi anda tentang diri anda sendiri perlu diperbaiki, sante, ada
bengkel kepala di rumahku, juga terdapat sebuah kapak.
Kedua, kemauan bebas (free will). Hanya manusia satu-satunya
yang memiliki kehendak bebas, lalu mengapa masih berfikir melakukan sebuah
tindakan, mengambil kebijakan? Sepertinya anda didekte persepsi salah tentang
diri anda, dan bukan sebaliknya. Lagu
sakit jahil terlalu sering digaungkan di telinga anda, tetapi sepertinya yang
mendengar terus-terusan sakit, lalu kapan sembuhnya? Apakah setelah tidak lagi
mendengar lagu tersebut? Spertinya kepala bagaikan besi yang berkarat, perlu
ditempa dengan teks-teks dari disiplin ilmu kritis, biarlah rasio yang sekarat,
yang penting worldview tidak kering. Jangan hanya memandang teks suci (al
Qur’an), anda perlu juga melirik anjuran the holy Quran tersebut, ‘Bacalah...(al Alaq:1)’
yang berarti arahkan pandangan anda pada teks, alihkan fikiran anda pada teks,
nikmati sajian teks, dan jadikan teks sebagai kekasih pertama anda.
The
holy Quran sering menyebut kata hikmah, yang berarti kebijaksanaa. Banyak yang
kemudian menafsirkannya sebagai pembenaran filsafat. Tetap tidak mengapa jika
anda antipati, tetapi setidaknya anda harus meliriknya, juga rekan-rekan ilmu
kritis lainnya semisal teologi,
mycsticisme, pluralisme Agama (wahdat al
adyaan), dan ilmu-ilmu sosial lainnya, yang sebagian besarnya merupakan
ilmu teoritis. Ada hal menarik dari beberapa disiplin ilmu tersebut, dimana
jiwa-jiwa kritis dan kepekaan sosial anda akan lahir dari sana. Satu hal yang
terpenting untuk disadari, peradaban Yunani klasik lahir dari apa? Filsafat, peradaban
Islam lahir dari apa? Filsafat, peradaban Barat lahir dari apa? Juga filsafat.
Setelah ini apakah anda berminat melahirkan peradaban Lombok? Dengan
filsafatkah? Ah tidak, tetapi mungkin dengan guna-guna! Appa??? Iya dengan
guna-guna! Iyaah mikat cewek lok dengan guna-guna jak. Larri lah peradaban
dengan guna-guna mak cik,.
Ketiga,
kreativitas.
Dalam keadaan anda sebagai mahasiswa, kreatifitas menulis adalah buah tangan
terindah. Apakah menulis itu seberat membajak sawah? Seberat memanggul besi
satu ton?, nehi. Anda hanya perlu mengambil pena dan menulis apa yang “sedang”
anda fikirkan dan jangan terlalu memikirkan apa yang akan anda tulis. Entah itu
tentang kisah cinta anda, derita tak bertepi anda, amarah anda yang tak
tertahankan atau pengalaman eksotis, esoteris dan erotis anda. Yang penting
anda menggoreskan tinta anda menyusun kata, anda dapat menulisnya untuk pribadi
anda, sekedar ajang latihan saja misalnya, tetapi lebih baik lagi manakala
dapat dibaca oleh jiwa-jiwa eksternal dari diri anda.
Katagori lainnya
hanya turunan dari tiga kualitas tadi lanjut Ali Shariati. Kesadaran menuntun
manusia memilih, memilih berekspresi seperti apa anda hari ini dan esok, apakah
seperti Salman Rusydie? Mansul Al Hallaj? Al Gozali? Ibnu Rusyd? Atau Nietzsche
yang terkenal sebagai sang pembunuh Tuhan? Entahlah, free will dalam diri anda,
jadi andalah yang memilih jalan anda sendiri. Teori-teori di atas bukan sekedar
celupan tinta hitam tak bermakna, mungkin anda akan bergumam, mustahil dicapai,
terlalu spekulatif? tetapi ingatlah bahwa mahluk berkaki dua yang berjalan
tegak di muka bumi itu dapat mewujudkan potensialitas
menjadi aktualitas. FirmanNya ‘Maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan…’ (Asy Syams: 8). The holy Quran mendasari
potensialitas-aktualitas manusia, dan seluruh mazhab pemikiran mengakui sisi
agung manusia ini, kecuali marxisme yang memang tidak meyakini ‘tesis
perbaikan’. Dan saya yakin anda bukan penganut determinisme sejarahh.
Potensialitas aktulitas seperti fitrah sejak kelahiran.
Ia melekat pada tiap-tiap diri manusia, sebuah pemberian mungkin dari Tuhan
sebagai konsekwensi dari adanya rasio dan free will. Kedua hal ini melahirkan
sebuah konsekwensi dapat mewujudkan suatu yang diinginkan manusia sendiri. Rasio
dapat mendobrak kemapanan keyakinan, merubah keadaan yang 180 derajad berbeda
dari sebelumnya, dan free will menghadapkan manusia pada berbagai pilihan untuk
diberi kebijakan. Kebijakan tersebut bukan untuk orang lain, melainkan untuk
diri sendiri. Apa yang dirasakan orang lain hanyalah effect dari kebijakan
seorang, manakala kebijakan itu menyentuh ranah kehidupan orang lain, tentu
kebijakan pribadi tersebut bereffect. Tetapi manakala free will anda menyentuh
free will orang lain, itulah yang disebut membatasi kebebasan orang lain. Manusia diberi
kebebasan, bukan berarti bebas tanpa batas, tetapi kebebasan manusia dibatasi
kebebasan orang lain. Itulah perbedaan inti antara kebebasan manusia dengan
Tuhan, tuhan maha berkehenda dan tidak ada yang membatasiNya, sementara manusia
dengan free willnya memiliki batas tertentu, hal ini secara otomatis berlaku
sebab tiap manusia memiliki free willnya masing-masing.
Potensialitas aktualitas manusia yang diilhamkan Tuhan
kepada setiap jiwa, khususnya manusia, mengandung dua arti penting. Pertama
arti hierarki vertikal, yang berarti
menwujudkan sebuah hubungan vertikal, sebuah posisi terdekat dengan sang kuasa
di atas. Potensialitas aktualitas dapat diwujudkan pada proses dan tujuan yang
sangat agung. yaitu sebuah prose meluncur kepada tuhan secara spiritual. Hal
ini adalah biasa dilakukan oleh para sufi ‘arif billah, para pendiri tarekat
dan pengikut-pengikutnya, orang-orang shaleh dan mereka yang memiliki ilmu
pengetahuan yang tinggi, seperti para teosofos dan faylasuf. Para ‘arif billah
sudah jelas bagaimana proses dan tujuan mereka, namun bagi teosofos dan
faylasuf memiliki jalan dan cara atau proses yang berbeda dari yang ditempuh
para ‘arif billah. Teosofos menempuh jalan filsafat dan sufi, teosofos
menggabungkan jalan faylasuf dan sufisme. Mereka menekuni filsafat, tetapi
lebih menekankan diri pada filsafat ketuhanan, dan ajarannya menjadikannya
secara otomatis menempuh jalan teosofos menuju tujuan yang sama dengan para
penempuh jalan yang berbeda. Tokoh terkenal perintis jalan ini dalah Shihabuddin
Suhrawardi, yang dikenal sebagai Syekh Al Isyraq; sang guru illuminate, dan Sadruddin
Syiradzi atau lebih dikenal dengan nama Mulla Sadra, ia adalah seorang
penggegas jalan teosofos pasca syekh al isyraq, ia terkenal dengan ajaran
filsafat mutaaliyah (transenden)-nya, ajarannya menjadikannya otomatis sebagai
penempuh jalan teosofos mirip jalan yang ditempuh syekh al isyraq walau
memiliki perbedaan-perbedaan tertentu. Ia juga dengan filsafat mutaaliyahnya
berjalan menuju tujuan yang satu seperti yang dituju para penempuh jalan ‘arif
billah dikalangan sufi.
Adapun para faylasuf adalah murni menempuh jalan
filsafat, mereka tidak menggabung-gabungkan ajaran filsafat dengan tasawuf yang
kemudian akan menjadikan mereka teosofos, tetapi mereka kinsisten pada satu
ajaran dan mereka meyakini hanya ada satu jalan, yaitu filsafat. Para faylasuf
dengan rasio atau akal yang mendobrak hijab penutup antara dirinya dengan sang
yang dituju, mereka mengklaim dapat sampai kepada tuhan dengan akal. Diantara
para faylasuf bahkan merumuskan teori emanasi bagaimana cara tuhan melakukan
proses penciptaan, tokoh-tokohnya seperti plotinus (204-270 M), al farabi dan
Ibnu Sina dari madzhab paripatetik Islam. Tokoh-tokoh ini mengajarkan manusia
dapat mengenal dan sampai kepada tuhan hanya melalui filsafat, sebab antara
akal pertama dan akal kesepuluh berkesinabungan, atau semacam hierarki turunan
dari tuhan sampai kepada akal, jiwa dan jisim (materi) manusia. Melalui inilah
para faylasuf menghubungkan diri dengan tuhan dengan perantaraan akal,
sebagaimana tuhan mecipta dan mengadakan kontak hubungan dengan mahlukNya
dengan proses emanasi dalam proses penciptaan.
Ketiga jalan yang
berbeda, yaitu jalan para sufisme, jalan para teosofos dan jalan para faylasuf
tadi adalah memiliki satu tujuan yaitu al
fana’ fillah, melebur denganNya, kembali disisiNya di surga selamanya atau
kembali tiada setelah menerima balasan surga dalam waktu yang lama. Ketiga
tafsiran yang berbeda ini pun datang dari ajaran-ajaran para penempuh jalan
ini. Tetapi akan dijelaskan panjang lebar dalam lain bab bahasan. Lalu
bagaimana dengan mereka yang tidak menempuh salah satu diantara tiga jalan ini?
Saya tidak menegathui perihal mereka, untuk sementara waktu saya hanya dalam
proses mendalami doktrin tiga penem[uh jalan ini.
Kedua, arti hierarki horizontal yang
berarti menwujudkan sebuah hubungan horizontal, yang bersifat kebutuhan pribadi
manusia itu sendiri. Potensialitas aktulitas diwujudkan dalam arti yang sederhana,
sebatas free will pribadi. Mewujudkan kehendak, memilih jalan yang disukai,
Nietzsche memilih sebagai penetang tuhan, aguste comte dengan filsafat
positivismenya juga melakukan pemberontakan terhadap agama, menentang hal yang
berbau teologis dan metafisika. Pilihan ini berarti tidak melaju kepada Tuhan,
tetapi malah menentangnya. Potensilitas aktualitasnya diwujudkan pada kemampuan
untuk menentang, memberikan sebuah teori dan argumentasi yang canggih dalam
membela pilihannya. Selain dari arti itu, potensialitas aktualitas horizontal
juga diartikan sebagai kemampuan mewujudkan hal-hal kecil, bahkan yang bersifat
material. Manusia dapat mewujudkan impiannya menciptakan pesawat, merubah
wajjah bumi yang kering kerontang menjadi hijau non indah, dapat menciptakan
taman dari hamparan sawah sederhana. Dalam diri pribadi manusia, manusia dapat
merubah diri dari bodoh menjadi jenius setelah melalui proses belajar, dari
meskin mejadi kaya, bahkan dari rakyat rendahan menjadi presiden negara besar. Tetapi
maniferstasi potensialitas aktualitas yang teragung dalam hierarki horizontal
ini adalah dengan menjadi manusia berpengetahuan.
Jadi
potensialitas aktualitas secara umum, apa saja dapat di
aktualisasikan oleh manusia, ia memiliki kehendak bebas, memilih jalan hidupnya
sendiri sebagaimana beberapa tokoh di atas menempuh jalan yang berbeda-beda,
tetapi mereka adalah manusia yang keilmuannya tidak diragukan lagi dalam bidang
mereka, kontribusi mereka terekam jelas oleh tinta emas sejarah (husus Salman
Rusydie hanya memiliki cacatan hitam ayat-ayat setannya). Allah SWT berfirman: ‘Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (at tiin : 4)’
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (at tiin :5). Ayat
empat menujukkan manusia pada dasarnya tercipta dalam derajad yang tinggi,
tetapi kemudian manusia sendirilah yang merendahkan dirinya dengan tidak
mengikuti petunjuk Tuhan. Manusia hanya perlu terus menjaga derajad kemuliaan
tersebut, dengan membangun tradisi keilmua, bermula dari disiplin ilmu-ilmu
kritis, tetapi bukan berarti anda akan melupakan spesialisasi atau bidang anda
saat ini.
Sungguh bagaimana
mengimplementasikan the holy Quran dari surah al alaq ayat pertama sampai an
naas ayat enam. Tentu yang menjadikan dirinya ringan melihat teks akan
mengetahui. Derajat manusia benar-benar naik dengan ilmu pengetahuan, tidak
heran kemudian para faylasuf mengatakan satu-satunya jalan terbaik adalah
filsafat, dan jawaban dari masing-masing para penempuh jalan yang bijaksana
pada keputusannya masing-masing. Tuahn sendiri mengakui bagaimana posisi mereka
yang berpengetahuan. Tuhan mengangkat posisi mereka, entah mereka kafir atau
muslim. Tidak heran kemudian mengapa peradaban non muslim lebih gemilang dalam
pengetahuan dari pada negeri-negri muslim. Tentunya hal ini dapa diukur
seberapa jauh usaha mereka memperlakukan teks, seberapa jauh keseriusan mereka
menggali tanpa hent, bahkan teks adalah hidup dan mati mereka. Diri dan
keluarga mereka secara turun temurun mewarisi tradisi keilmuan sebagai harta
warisan paling berharga menurut mereka. Sementara dalam tradisi kita di Islam,
masih terlalu banyak yang merasa puas hanya dengan mewariska harta benda
material kepada sanak keturunan mereka, padahal jika dikaji lebih jauh,
pewarisan harta tidak jarang menimnbulkan masalah pada keluarga, tentu perkara
ini berimbas kepada orang tua dalam kubur. Dalam beberapa pendapat ulama’
sunni, para orang tua akan merasakan siksa karenanya. Jadi opsi terbaik adalah
membangun tradisi keilmuan dalam diri dan keluarga, dan wariskan tradisi
tersebut secara turun temurun. Jika keluarga anda adalah guru, peserta didik anda
sepertnya pintar, cerdas dan berbudi,
tetapi bagaimana dengan keluarga anda? Allah SWT mengajari manusia melalui
sejarah, firmanNya ”adakah
kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata
kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka
menjawab: "Kami akan menyembah
Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang
Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya" (al baqarah :133). Kita
dapat bercermin bagaimana keluarga ibrahim sebelumnya dan keluarga ya’qub
membangun tradisi keagamaan, bahkan sesaat sebelum wafat, sempat memberi
wajengan menta’kid apa yang pernah ia bangun jauh sebelumnya.
Satu pertanyaan yang perlu dijawab
adalah mengapa muslimin kebanyakan miskin bahkan fakir, tentunya tradisi
keilmuan mereka jauhi. Mereka berfikir menuntut pengetahuan tinggi-tinggi
hanyalah akan membotakkan kepala, cuku sekolah sampai SLTA, paling jauh ya S-1.
S-1 terlalu rendah untuk muslimin hari ini, mereka harus berlari sedikit lebih
cepat agar tidak terlalu jauh tertinggal dari barat. Dari satu sisi muslimin
harus bercermin pada barat, kaji bagaimana mereka membangun tradisi tersebut.
Kita jangan anti kepada orang-orang kafir tersebut, firmanNya “...tetapi
Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah
di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan
kedurhakaan, mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, ( Al
Hujuraat :7).
Allah menjadikanmu membenci kekafiran,
kefasikan dan kedurhakaan, dan bukan membenci orang kafir, orang fasik dan
orang durhaka. Mereka tetaplah manusia, mahluk Tuhan yang merekapun dalam
naungan rahman-Nya. Jadi tidak pandang siapapun, bahkan jika hikmah itu keluar
dari mulut anjing, harus diambil.
Filsafat adalah jalan yang terbukti
memcetak peradaban, setidaknya setiap orang menikamti sajian indahnya. Mengkaji
dari filsafat dasar, bagaimana pemikiran filsafat mula-mula di Yunani klasik,
berlanjut pada filsafat Islam abad pertengahan, kemudian filsafat barat abad
modern dan filsafat timur setelahnya. Mengkaji filsafat entah dengan metode
apa, secara historis, sistematis atau kritis, yang terpenting adalah anda
menjalani sebuah prose, membangun tradisi keilmuan. Apapapun spesialisasi anda,
bidang anda, tetapi anda tetap harus mencobanya, sebab sebagaimana yang telah
saya singgung sebelumnya, jiwa-jiwa kritis, kepekaan sosial anda akan lahir
dari sini. Sebab disiplin ilmu-ilmu ini mendidik anda peka melihat realita,
menanalisis masalah dan kaya solusi.
Buktikan jika anda penasaran, jika
tidak maka sangat disayangkan, filsafat akan mengucapakan selamat tinggal untuk
anda. Apakah anda takut tersesat? Bagaimana anda akan tersesat dengan ilmu pengetahuan?
Bukankah anda memiliki akal, intelligence yang kuat? Potensi kehebtan anda
terhambat oleh persepsi keliru anda, anda benar-benar didekte persepsi. Anda
bukanlah persepsi, persepsi hanyalah hasil benturan kebijakan antara ia dan
tidak, jadi akal anda harus dibersihakan dari keraguan dalam sebuah kebijakan.
Anda adalah penentu pada diri anda, anda layaknya sang raja bagi rakyatnya, dan
rakyat adalah diri anda, sementara akal anda itulah raja anda. Jadi raja tidak
boleh bimbang dalam sebuah benturan kebijakan antara ia dan tidak. ketegasan
menjadikan sang raja berwibawa bahkan sukses, menjadikan sang raja sangat
disegani. Manakala posisi anda anda sebagai mahasiswa saat ini, jangan pernah
lupa mengambil kebijakan terhadap tiga poin Mega Proyek Mahasiswa di atas, anda
orang besar dimasa depan!
By
: Abdul Hafiz Sulaiman
Or
: Bang Davies
Tidak ada komentar:
Posting Komentar