Rabu, 12 November 2014

Manusia Dan Potensialitas Aktualitas



            Dalam sebuah buku saku Ali Shariati ‘Tugas Cendikiawan Muslim’, menyebutkan, INSAN adalah mahluk menjadi (becoming) yang terus bergerak maju kearah kesempurnaan. Manusia dalam statusnya sebagai BASYAR adalah mahluk yang sekedar berada (being). Semut dan serangga lainnya tidak pernah dapat melampaui eksistensinya; ia menggali lubang dengan cara yang sama sebagaimana ia melakukannnya 15 jt tahun yang lalu di Afrika. Manusia (Basyar) juga tidak akan mengalami perubahan; ia akan tetap menjadi mahluk berkaki dua yang berjalan tegak dimuka bumi. Dalam sajian prasmanan filsafat modern, Ach Dhofir Zuhry, menulis; hal senada yang pernah diungkap seorang filsuf pemilik bakso eksistensialisme (Soren Aabye Kierkegaard) bahwa, eksistensi manusia bukan ada (being), melainkan menjadi (becoming), yang berarti perubahan dan perpindahan, yakni perpindahan dari kemungkinan menjadi kenyataan.
            Menjadi (becoming) adalah bergerak, maju, mencari kesempurnaan, merindukan keabadian, tidak pernah menghambat dan dan menghentikan proses terus menerus menuju kesempurnaan. Ini harus menjadi asas melajunya kemanusiaan, yakni senantiasa dalam proses mengalir. Dalam al Qur'an dikatakan "kembali ke asalnya",  menunjukkan evolusi tanpa henti dari manusia kearah tanpa batas, bahasa keren-nya adalah manusia paripurna (Insan Kamil). Tetapi dengan alat apakah seseorang bisa mendapatkannya? Dengan cangkulkah? gunting? Ah barang kali dengan sendok neh.! Ternyata tidak. Al kindy, Al Farabi, Al Razy dan faylasuf lainnya menjawab dengan jalan filsafat. Ibnu ‘Arobi, Al Busthami, Al Gozali dan sufi lainnya menjawab dengan jalan sufi (al fana’ fillah). Shihabuddin Suhrawardi Al Maqtul, Sadruddin Syiradzi, dan teosofos lainnya menjawab hanya dengan jalan teosofi. Tetapi para kiyai materialisme beda lagi, Karl Heinrich Marx dan kiyai matre lainnya berfatwa, itu semua tidak perlu, manusia hanyalah mahluk alamiah, oleh karena kebahagiaan bisa didapatkan di dunia, maka kepercayaan yang berbau metafisik harus ditolak, satu-satunya asas kesusilaan hanyalah mendapatkan kebabahagiaan, dan Tuhan hanyalah ciptaan manusia. Keren, ada pengikutnya disini gk ya,. Cepat basuh kaki!
            Menjadi adalah sebuah proses bergeraknya manusia secara permanen ke arah Tuhan, ke arah kesempurnaan ideal. Tetapi bagaimana melalui proses menjadi? Ali Shariati menyebut tiga atribut penting ke arah itu.
            Pertama, kesadaran diri. Sadar diri sebagai manusia, dari Dia dan sedang menuju Dia. Sadar diri sebagai mahasiswa saat ini, dengan memfokuskan diri pada proses yang berputar pada tiga hal, yang saya sebut sebagai Mega Proyek Mahasiswa yaitu:
1.      Membaca disintesiskan dengan menulis
2.      Menekuni proyek-proyek kampus (akademis)
3.      Aktif dalam pengembangan wacana dan pergerakan dalam sebuah organisasi mahasiswa (Organisatoris).
            Jika saja mahasiswa/I menekuni tiga atribut ini, saya tidak hanya sekedar yakin, tetapi andalah tokoh masa depan. Anda belum yakin? Sepertinya persepsi anda tentang diri anda sendiri perlu diperbaiki, sante, ada bengkel kepala di rumahku, juga terdapat sebuah kapak.
            Kedua, kemauan bebas (free will). Hanya manusia satu-satunya yang memiliki kehendak bebas, lalu mengapa masih berfikir melakukan sebuah tindakan, mengambil kebijakan? Sepertinya anda didekte persepsi salah tentang diri anda, dan bukan sebaliknya.  Lagu sakit jahil terlalu sering digaungkan di telinga anda, tetapi sepertinya yang mendengar terus-terusan sakit, lalu kapan sembuhnya? Apakah setelah tidak lagi mendengar lagu tersebut? Spertinya kepala bagaikan besi yang berkarat, perlu ditempa dengan teks-teks dari disiplin ilmu kritis, biarlah rasio yang sekarat, yang penting worldview tidak kering. Jangan hanya memandang teks suci (al Qur’an), anda perlu juga melirik anjuran the holy Quran tersebut, Bacalah...(al Alaq:1)’ yang berarti arahkan pandangan anda pada teks, alihkan fikiran anda pada teks, nikmati sajian teks, dan jadikan teks sebagai kekasih pertama anda.
                The holy Quran sering menyebut kata hikmah, yang berarti kebijaksanaa. Banyak yang kemudian menafsirkannya sebagai pembenaran filsafat. Tetap tidak mengapa jika anda antipati, tetapi setidaknya anda harus meliriknya, juga rekan-rekan ilmu kritis lainnya semisal  teologi, mycsticisme, pluralisme Agama (wahdat al adyaan), dan ilmu-ilmu sosial lainnya, yang sebagian besarnya merupakan ilmu teoritis. Ada hal menarik dari beberapa disiplin ilmu tersebut, dimana jiwa-jiwa kritis dan kepekaan sosial anda akan lahir dari sana. Satu hal yang terpenting untuk disadari, peradaban Yunani klasik lahir dari apa? Filsafat, peradaban Islam lahir dari apa? Filsafat, peradaban Barat lahir dari apa? Juga filsafat. Setelah ini apakah anda berminat melahirkan peradaban Lombok? Dengan filsafatkah? Ah tidak, tetapi mungkin dengan guna-guna! Appa??? Iya dengan guna-guna! Iyaah mikat cewek lok dengan guna-guna jak. Larri lah peradaban dengan guna-guna mak cik,.
            Ketiga, kreativitas. Dalam keadaan anda sebagai mahasiswa, kreatifitas menulis adalah buah tangan terindah. Apakah menulis itu seberat membajak sawah? Seberat memanggul besi satu ton?, nehi. Anda hanya perlu mengambil pena dan menulis apa yang “sedang” anda fikirkan dan jangan terlalu memikirkan apa yang akan anda tulis. Entah itu tentang kisah cinta anda, derita tak bertepi anda, amarah anda yang tak tertahankan atau pengalaman eksotis, esoteris dan erotis anda. Yang penting anda menggoreskan tinta anda menyusun kata, anda dapat menulisnya untuk pribadi anda, sekedar ajang latihan saja misalnya, tetapi lebih baik lagi manakala dapat dibaca oleh jiwa-jiwa eksternal dari diri anda.
            Katagori lainnya hanya turunan dari tiga kualitas tadi lanjut Ali Shariati. Kesadaran menuntun manusia memilih, memilih berekspresi seperti apa anda hari ini dan esok, apakah seperti Salman Rusydie? Mansul Al Hallaj? Al Gozali? Ibnu Rusyd? Atau Nietzsche yang terkenal sebagai sang pembunuh Tuhan? Entahlah, free will dalam diri anda, jadi andalah yang memilih jalan anda sendiri. Teori-teori di atas bukan sekedar celupan tinta hitam tak bermakna, mungkin anda akan bergumam, mustahil dicapai, terlalu spekulatif? tetapi ingatlah bahwa mahluk berkaki dua yang berjalan tegak di muka bumi itu dapat mewujudkan potensialitas menjadi aktualitas. FirmanNya Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan…’ (Asy Syams: 8). The holy Quran mendasari potensialitas-aktualitas manusia, dan seluruh mazhab pemikiran mengakui sisi agung manusia ini, kecuali marxisme yang memang tidak meyakini ‘tesis perbaikan’. Dan saya yakin anda bukan penganut determinisme sejarahh.

            Potensialitas aktulitas seperti fitrah sejak kelahiran. Ia melekat pada tiap-tiap diri manusia, sebuah pemberian mungkin dari Tuhan sebagai konsekwensi dari adanya rasio dan free will. Kedua hal ini melahirkan sebuah konsekwensi dapat mewujudkan suatu yang diinginkan manusia sendiri. Rasio dapat mendobrak kemapanan keyakinan, merubah keadaan yang 180 derajad berbeda dari sebelumnya, dan free will menghadapkan manusia pada berbagai pilihan untuk diberi kebijakan. Kebijakan tersebut bukan untuk orang lain, melainkan untuk diri sendiri. Apa yang dirasakan orang lain hanyalah effect dari kebijakan seorang, manakala kebijakan itu menyentuh ranah kehidupan orang lain, tentu kebijakan pribadi tersebut bereffect. Tetapi manakala free will anda menyentuh free will orang lain, itulah yang disebut membatasi  kebebasan orang lain. Manusia diberi kebebasan, bukan berarti bebas tanpa batas, tetapi kebebasan manusia dibatasi kebebasan orang lain. Itulah perbedaan inti antara kebebasan manusia dengan Tuhan, tuhan maha berkehenda dan tidak ada yang membatasiNya, sementara manusia dengan free willnya memiliki batas tertentu, hal ini secara otomatis berlaku sebab tiap manusia memiliki free willnya masing-masing.
            Potensialitas aktualitas manusia yang diilhamkan Tuhan kepada setiap jiwa, khususnya manusia, mengandung dua arti penting. Pertama arti hierarki vertikal,  yang berarti menwujudkan sebuah hubungan vertikal, sebuah posisi terdekat dengan sang kuasa di atas. Potensialitas aktualitas dapat diwujudkan pada proses dan tujuan yang sangat agung. yaitu sebuah prose meluncur kepada tuhan secara spiritual. Hal ini adalah biasa dilakukan oleh para sufi ‘arif billah, para pendiri tarekat dan pengikut-pengikutnya, orang-orang shaleh dan mereka yang memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi, seperti para teosofos dan faylasuf. Para ‘arif billah sudah jelas bagaimana proses dan tujuan mereka, namun bagi teosofos dan faylasuf memiliki jalan dan cara atau proses yang berbeda dari yang ditempuh para ‘arif billah. Teosofos menempuh jalan filsafat dan sufi, teosofos menggabungkan jalan faylasuf dan sufisme. Mereka menekuni filsafat, tetapi lebih menekankan diri pada filsafat ketuhanan, dan ajarannya menjadikannya secara otomatis menempuh jalan teosofos menuju tujuan yang sama dengan para penempuh jalan yang berbeda. Tokoh terkenal perintis jalan ini dalah Shihabuddin Suhrawardi, yang dikenal sebagai Syekh Al Isyraq; sang guru illuminate, dan Sadruddin Syiradzi atau lebih dikenal dengan nama Mulla Sadra, ia adalah seorang penggegas jalan teosofos pasca syekh al isyraq, ia terkenal dengan ajaran filsafat mutaaliyah (transenden)-nya, ajarannya menjadikannya otomatis sebagai penempuh jalan teosofos mirip jalan yang ditempuh syekh al isyraq walau memiliki perbedaan-perbedaan tertentu. Ia juga dengan filsafat mutaaliyahnya berjalan menuju tujuan yang satu seperti yang dituju para penempuh jalan ‘arif billah dikalangan sufi.
            Adapun para faylasuf adalah murni menempuh jalan filsafat, mereka tidak menggabung-gabungkan ajaran filsafat dengan tasawuf yang kemudian akan menjadikan mereka teosofos, tetapi mereka kinsisten pada satu ajaran dan mereka meyakini hanya ada satu jalan, yaitu filsafat. Para faylasuf dengan rasio atau akal yang mendobrak hijab penutup antara dirinya dengan sang yang dituju, mereka mengklaim dapat sampai kepada tuhan dengan akal. Diantara para faylasuf bahkan merumuskan teori emanasi bagaimana cara tuhan melakukan proses penciptaan, tokoh-tokohnya seperti plotinus (204-270 M), al farabi dan Ibnu Sina dari madzhab paripatetik Islam. Tokoh-tokoh ini mengajarkan manusia dapat mengenal dan sampai kepada tuhan hanya melalui filsafat, sebab antara akal pertama dan akal kesepuluh berkesinabungan, atau semacam hierarki turunan dari tuhan sampai kepada akal, jiwa dan jisim (materi) manusia. Melalui inilah para faylasuf menghubungkan diri dengan tuhan dengan perantaraan akal, sebagaimana tuhan mecipta dan mengadakan kontak hubungan dengan mahlukNya dengan proses emanasi dalam proses penciptaan.
Ketiga jalan yang berbeda, yaitu jalan para sufisme, jalan para teosofos dan jalan para faylasuf tadi adalah memiliki satu tujuan yaitu al fana’ fillah, melebur denganNya, kembali disisiNya di surga selamanya atau kembali tiada setelah menerima balasan surga dalam waktu yang lama. Ketiga tafsiran yang berbeda ini pun datang dari ajaran-ajaran para penempuh jalan ini. Tetapi akan dijelaskan panjang lebar dalam lain bab bahasan. Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak menempuh salah satu diantara tiga jalan ini? Saya tidak menegathui perihal mereka, untuk sementara waktu saya hanya dalam proses mendalami doktrin tiga penem[uh jalan ini.
            Kedua, arti hierarki horizontal yang berarti menwujudkan sebuah hubungan horizontal, yang bersifat kebutuhan pribadi manusia itu sendiri. Potensialitas aktulitas diwujudkan dalam arti yang sederhana, sebatas free will pribadi. Mewujudkan kehendak, memilih jalan yang disukai, Nietzsche memilih sebagai penetang tuhan, aguste comte dengan filsafat positivismenya juga melakukan pemberontakan terhadap agama, menentang hal yang berbau teologis dan metafisika. Pilihan ini berarti tidak melaju kepada Tuhan, tetapi malah menentangnya. Potensilitas aktualitasnya diwujudkan pada kemampuan untuk menentang, memberikan sebuah teori dan argumentasi yang canggih dalam membela pilihannya. Selain dari arti itu, potensialitas aktualitas horizontal juga diartikan sebagai kemampuan mewujudkan hal-hal kecil, bahkan yang bersifat material. Manusia dapat mewujudkan impiannya menciptakan pesawat, merubah wajjah bumi yang kering kerontang menjadi hijau non indah, dapat menciptakan taman dari hamparan sawah sederhana. Dalam diri pribadi manusia, manusia dapat merubah diri dari bodoh menjadi jenius setelah melalui proses belajar, dari meskin mejadi kaya, bahkan dari rakyat rendahan menjadi presiden negara besar. Tetapi maniferstasi potensialitas aktualitas yang teragung dalam hierarki horizontal ini adalah dengan menjadi manusia berpengetahuan.
            Jadi potensialitas aktualitas secara umum, apa saja dapat di aktualisasikan oleh manusia, ia memiliki kehendak bebas, memilih jalan hidupnya sendiri sebagaimana beberapa tokoh di atas menempuh jalan yang berbeda-beda, tetapi mereka adalah manusia yang keilmuannya tidak diragukan lagi dalam bidang mereka, kontribusi mereka terekam jelas oleh tinta emas sejarah (husus Salman Rusydie hanya memiliki cacatan hitam ayat-ayat setannya). Allah SWT berfirman: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (at tiin : 4)’ Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (at tiin :5). Ayat empat menujukkan manusia pada dasarnya tercipta dalam derajad yang tinggi, tetapi kemudian manusia sendirilah yang merendahkan dirinya dengan tidak mengikuti petunjuk Tuhan. Manusia hanya perlu terus menjaga derajad kemuliaan tersebut, dengan membangun tradisi keilmua, bermula dari disiplin ilmu-ilmu kritis, tetapi bukan berarti anda akan melupakan spesialisasi atau bidang anda saat ini.
            Sungguh bagaimana mengimplementasikan the holy Quran dari surah al alaq ayat pertama sampai an naas ayat enam. Tentu yang menjadikan dirinya ringan melihat teks akan mengetahui. Derajat manusia benar-benar naik dengan ilmu pengetahuan, tidak heran kemudian para faylasuf mengatakan satu-satunya jalan terbaik adalah filsafat, dan jawaban dari masing-masing para penempuh jalan yang bijaksana pada keputusannya masing-masing. Tuahn sendiri mengakui bagaimana posisi mereka yang berpengetahuan. Tuhan mengangkat posisi mereka, entah mereka kafir atau muslim. Tidak heran kemudian mengapa peradaban non muslim lebih gemilang dalam pengetahuan dari pada negeri-negri muslim. Tentunya hal ini dapa diukur seberapa jauh usaha mereka memperlakukan teks, seberapa jauh keseriusan mereka menggali tanpa hent, bahkan teks adalah hidup dan mati mereka. Diri dan keluarga mereka secara turun temurun mewarisi tradisi keilmuan sebagai harta warisan paling berharga menurut mereka. Sementara dalam tradisi kita di Islam, masih terlalu banyak yang merasa puas hanya dengan mewariska harta benda material kepada sanak keturunan mereka, padahal jika dikaji lebih jauh, pewarisan harta tidak jarang menimnbulkan masalah pada keluarga, tentu perkara ini berimbas kepada orang tua dalam kubur. Dalam beberapa pendapat ulama’ sunni, para orang tua akan merasakan siksa karenanya. Jadi opsi terbaik adalah membangun tradisi keilmuan dalam diri dan keluarga, dan wariskan tradisi tersebut secara turun temurun. Jika keluarga anda adalah guru, peserta didik anda sepertnya pintar,  cerdas dan berbudi, tetapi bagaimana dengan keluarga anda? Allah SWT mengajari manusia melalui sejarah, firmanNya ”adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya" (al baqarah :133). Kita dapat bercermin bagaimana keluarga ibrahim sebelumnya dan keluarga ya’qub membangun tradisi keagamaan, bahkan sesaat sebelum wafat, sempat memberi wajengan menta’kid apa yang pernah ia bangun jauh sebelumnya.
            Satu pertanyaan yang perlu dijawab adalah mengapa muslimin kebanyakan miskin bahkan fakir, tentunya tradisi keilmuan mereka jauhi. Mereka berfikir menuntut pengetahuan tinggi-tinggi hanyalah akan membotakkan kepala, cuku sekolah sampai SLTA, paling jauh ya S-1. S-1 terlalu rendah untuk muslimin hari ini, mereka harus berlari sedikit lebih cepat agar tidak terlalu jauh tertinggal dari barat. Dari satu sisi muslimin harus bercermin pada barat, kaji bagaimana mereka membangun tradisi tersebut. Kita jangan anti kepada orang-orang kafir tersebut, firmanNya “...tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan, mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, ( Al Hujuraat :7). Allah menjadikanmu membenci kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan, dan bukan membenci orang kafir, orang fasik dan orang durhaka. Mereka tetaplah manusia, mahluk Tuhan yang merekapun dalam naungan rahman-Nya. Jadi tidak pandang siapapun, bahkan jika hikmah itu keluar dari mulut anjing, harus diambil.
            Filsafat adalah jalan yang terbukti memcetak peradaban, setidaknya setiap orang menikamti sajian indahnya. Mengkaji dari filsafat dasar, bagaimana pemikiran filsafat mula-mula di Yunani klasik, berlanjut pada filsafat Islam abad pertengahan, kemudian filsafat barat abad modern dan filsafat timur setelahnya. Mengkaji filsafat entah dengan metode apa, secara historis, sistematis atau kritis, yang terpenting adalah anda menjalani sebuah prose, membangun tradisi keilmuan. Apapapun spesialisasi anda, bidang anda, tetapi anda tetap harus mencobanya, sebab sebagaimana yang telah saya singgung sebelumnya, jiwa-jiwa kritis, kepekaan sosial anda akan lahir dari sini. Sebab disiplin ilmu-ilmu ini mendidik anda peka melihat realita, menanalisis masalah dan kaya solusi.
            Buktikan jika anda penasaran, jika tidak maka sangat disayangkan, filsafat akan mengucapakan selamat tinggal untuk anda. Apakah anda takut tersesat? Bagaimana anda akan tersesat dengan ilmu pengetahuan? Bukankah anda memiliki akal, intelligence yang kuat? Potensi kehebtan anda terhambat oleh persepsi keliru anda, anda benar-benar didekte persepsi. Anda bukanlah persepsi, persepsi hanyalah hasil benturan kebijakan antara ia dan tidak, jadi akal anda harus dibersihakan dari keraguan dalam sebuah kebijakan. Anda adalah penentu pada diri anda, anda layaknya sang raja bagi rakyatnya, dan rakyat adalah diri anda, sementara akal anda itulah raja anda. Jadi raja tidak boleh bimbang dalam sebuah benturan kebijakan antara ia dan tidak. ketegasan menjadikan sang raja berwibawa bahkan sukses, menjadikan sang raja sangat disegani. Manakala posisi anda anda sebagai mahasiswa saat ini, jangan pernah lupa mengambil kebijakan terhadap tiga poin Mega Proyek Mahasiswa di atas, anda orang besar dimasa depan!

                                                                                                By : Abdul Hafiz Sulaiman
                                                                                                Or : Bang Davies
                                                                                               



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Read more: http://www.caraseoblogger.com/2013/11/cara-menambahkan-animasi-burung-twitter.html#ixzz3GY9CTcvx