Sabtu, 18 Oktober 2014

Teologi Pembebasan



Setiap orang berpikir mencari jalan yang benar, menyadari kehidupan dan kesejatian diri, hidup tenang dan tidak tersesat tidak terpenjara kehidupan fana. Manusia mencari sarana melalui objek pengabdian yang berujung ketenangan. Beragam sikap ditampakkan, dari sikap apatis sampai kegusaran jiwa, dan berakhir dengan keputusan memeluk sebuah bentuk keyakinan tertentu sebagai pilihan yang diklaim sebagai kebenaran.

Namun, pada golongan manusia pertama, bagaimana hal itu dianggap benar seluruhnya, jika terdapat keyakinan-keyakinan lain yang menganggap kebenaran pula daripadanya?Sebaliknya, bagaimana dengan yang meragukan seluruhnya?Dari sini kemudian ada yang memilih netral, ada juga yang mengakui diri sebagai aliran tertentu namun, tidak memiliki konsep ketuhanan (Budha).
Di sini, penulis tidak bermaksud membicarakan suatu ajaran tertentu namun, hanya menyukai ajaran tertentu dan berpendapat bahwa inilah solusi yang tepat bagi manusia untuk mencari ketenangan dan mencari tujuan serta pencerahan akal menuju kesejatian diri, yaitu berdiam diri dan fokus dalam ketenangan perenungan dan itulah yang kemudian disebut sebagai meditasi. Hal ini, sudah biasa bagi para penganut agama Hindu, Budha dan Islam. Dalam Islam diwakili oleh para sufi dan ‘arif billah. Proses ini dikenal awalnya oleh seorang tokoh Budha Shidarta Budha Gautama.
Melalui meditasi, Shidarta Gautama menjadi Budha dan namanya berubah menjadi Shidarta Budha Gautama (yang tercerahkan).Dari sini, muncullah sebuah pertanyaan apakah meditasi hanya dilakukan oleh atau kalangan manusia tertentu?Sebetulnya, tidaklah begitu. Cara ini merupakan salah satu proses yang luhur sebagai upaya pencarian jati diri dan tidak hanya menjadi perdebatan dan ajaran dalam kertas. Tapi yang utama adalah implementasi bagi individu dan gerakan mendekatinya, bukan hanya individu dengan acuh tanpa mencobanya,  melainkan adanya sebuah ajakan kepada orang sebagai bentuk penyelamatan dan tanggung jawab antar sesama.
Dalam hidup, selayaknya menjadi sebuah kewajiban untuk dipenuhi minimal diakhir masa kehidupan sebagai bentuk tadzkiyatun nafs (istilah Islam) yang berarti penyucian jiwa.Penyucian jiwa dari keterkungkungan badan atau materi yang menjadi faktor pertama yang menghalangi kembalinya jiwa dari tujuan utama. Sebab, badan bisa menjadi dua hal, pertama bisa dipandang sebagai penghalang utama menuju pencerahan sejati, sehingga ruh terlena dan melupakan tujuan utamanya mencapai pencerahan, kedua  perannyahanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan utama yaitu pencerahan dan dapat kembali kepada kebahagiaan abadi (Nirvana/Surga) sebagai jiwa yang bebas dan merdeka.

Apabila manusia memenuhi pandangan pertama, manusia dianggap telah tersesat di alam materi; mereka menganggap bahwa kehidupan yang biasa dengan keseimbangan dunia-akhirat (dalam Islam) adalah sebuah kebenaran yang pasti, padahal masih terlihat jauh dari kebenaran yang dicari-cari.Jika seseorang mencari suatu tujuan tertentu sayogyanya orang tersebut fokus secara totalias dengan jiwa dan raganya, bukan setengah-setengah.Apalagi seperti tawaran Islam dengan keseimbangan dunia-akhirat, jelas tidak bisa menjadi acuan dalam mencapai pencerahan sejati yang berlandaskan penyempurnaan, sedangkan Islam menentang keras kehidupan kerahiban (menyendiri).Ini terlepas dari klaim kebenaran agama yang terkadang dianggap sebagai sebuah risalah agung dengan kebenaran yang sifatnya mutlak, memang hanya anggapan penganut kepercayaan sebagai sebuah plihan yang dianggap sebagai kebenaran harga mati dan tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Fenomena ini terkadang terjadi antar-agama yang saling menghukumi kebenaran sebagai “solusi” yang tepat, sangat jarang terjadi memandang secara universal dan menengahi konflik ini. Namun, setidaknya setiap manusia  menyadari, betapa membuka diri terhadap kebenaran yang datang dari manapun adalah sebuah tahap penyempurnaan diri menuju pencaharian; sebuah kebenaran yang “berserakan” di berbagai tempat. Membuka diri adalah sebaik-baik sikap manusia ideal yang sesungguhnya. Jika kita ingin melihat realitas kebijaksanaan dan dekatnya pencerahan sejati melalui meditasi dan nilai terluhur yang bersamanya, tentu satu-satunya solusi adalah mencoba go to meditasi. Namun, kenyataannya tidak sedikit berlaku sebagai penentang dan membuat wacana super-hebat sebagai sebuah kekeliruan cara pandang tertentu dan umumnya dianggap sebagai tindakan yang asing dan tidak terpuji. Meditasi tidaklah seburuk itu, meditasi adalah sebuah terowongan kebijaksanaan, mematikan segala keinginan hawa nafsu, mengawal ketat hal-hal yang berkaitan dengan badan.Seluruh masalah dalam hidup ini lahir dari keinginan nafsu. Nafsu adalah tiada hari tanpa keinginan, dari manusia dilahirkan hingga matinya nafsu akat tetap berkeinginan, lalu apakah manusia akan memilih menjadi budak nafsu atau menjadi tuan nafsu. Keputusan seutuhnya ada pada masing-masing jiwa.
Kepentingan dari golongan, ras suku dan agama tertentu terkadang sebagai wadah utama demi mencapai kepuasan dan kepentingan buruk. Perang atas nama agama, pembantaian besar-besaran atas nama tuhan, penaklukan demi penaklukan dimana-mana. Sesuatu di bangun atas sesuatu katanya. Perang suci, panggilan tuhan, fenomena ini yang menarik, sungguh bagaimana tuhan begitu “laris” terjual dalam panggung publik, namaNya begitu digemari bagaikan sebuah “komoditi unggulan” yang tiada berlimit. Menariknya lagi, tuhan telah menjadi komandan perang di garis terdepan dan bahkan sebagai faktor utama alasan kemenangan. Bung Tomo pernah mengatakan: “tanpa Allahu Akbar bambu runcing mustahil menang melawan peluru;” penaklukan-penaklukan imperium Sassanian dan Bizantium Romawi, perang suci (Salib) yang dikobarkan Paulus gereja agung Vatikan, seruan dalam pidato Paulus yang berapi-api, bebaskan tanah suci.! Habisi para penentang dan musuh-musuh tuhan.! Mereka tidak percaya kepada putra tuhan yang di utus bapa di surga, siapa yang gugur dalam perang suci ini, niscaya bapa telah menjanjikan baginya surga yang didalamnya kalian akan disambut bidadari-bidadari cantik lagi molek.
Pertanyaannya, apakah iya, tuhan memiliki musuh? Ada juga klaim dari sebagian ras Yahudi mengklaim Yahweh mengakui bangsa Yahudi sebagai ras utama, bangsa yang di utamakan, yang selainnya dianggap sebagai  fasilitas bagi bangsa Yahudi, budak? Tuhan rasisme donk…! Sungguh bukanlah sikap yang bijaksana bagi tuhan yang katanya “Mahabijaksana”.Tapi, inilah yang masih kita saksikan sampai sekarang ini.Adakah yang masih tidak mau tahu bagaimana manusia masih berkeyakinan seperti ini? Berbagai problema manusia merupakan akibat dari kebodohan  memandang satu sama lain dan menganggap agama satu-satunya jalan dengan segala intruksi dan doktrinnya harus di patuhi. Seseorang bukanlah mendapatkan kebahagiaan abadi (surga) karena dia sembahyang, puasa, bukan pula melalui pemujaan sehingga manusia mendapatkan pengampunan, tetapi melalui perbuatan baik dan hidup secara baik, seseorang bisa mencapai kebahagiaan melalui menghapus keinginan.
Sudah saatnya manusia memenuhi panggilan batinnya yang suci menuju pencaharian hakikat diri manusia sebagai mahluk yang memiliki akal dan jiwa yang potensial suci, tidak membiarkan diri terkurung dalam alam materi selamanya, satu-satunya jalan adalah keluar dari doktrin-doktrin yang masih bisa dikritisi dan diragukan, sebab itu bukan sebuah solusi utama bagi kemaslahatan jiwa manusia. Anggaplah tubuh ini sebagai sarana utama untuk mencapai jiwa yang tercerahkan (budha), dan bukan hanya anggapan belaka, namun itulah kebenaran, tubuh kotor ini dari dunia dan akan tetap abadi didunia sedangkan jiwa ini bukanlah dari alam dunia, sehingga ia harus kembali ke asal dari mana ia datang, ia datang hanya dengan tujuan mencapai kebenaran sejati dengan tubuh sebagai sarana, sehingga uzlah merupakan sebuah tuntutan bagi setiap manusia untuk memenuhi tuntutan jiwa murni.
Jika jiwa yang menjadi tujuan utama dalam dunia, berarti dalam predikat tercerahkan tentu melalui meditasi.Dalam meditasi seluruh aktivitas keseharian telah terbuang jauh dan adanya usaha untuk menjauhinya keseluruhan.Dalam meditasi amalan-amalan adalah sebuah sarana yang membantu keseimbangan jiwa dan badan bagi yang berada di tahap awal. Hal-hal yang selayaknya dilakukan lainnya tentu saja puasa dan bagi yang telah mencapai meditasi total bahkan secara akal manusia tidak mungkin bisa melakukannya bagi yang sedah latihan itu telah menjadi kebiasaan. Seorang yang mencapai titik kritis tubuhnya, jangan lupa mencari suaka sekedar menyambung nyawa, tingkatannya dari hari pertama puasanya 1 hari, selanjutnya 2 hari selanjutnya 3 hari dan seterusnya sampai berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan dan sampai titik penghabisan. Sepanjang hidup seorang bukan berarti seluruhnya sejak lahir sampai mati hanya berada dalam meditasi, setidaknya terbapat bagian kehidupan manusia sehingga ia juga tidak melupakan maslahat lainnya. Yaitu dengan membagi tahapan :
  1. Masamenggali pengetahuan
  2. Masa memenuhi kebutuhan, berkeinginan, dan keejahteraan, seperti berkeluarga dan berkarier
  3. Masa mengurangi keterikatan dan kepentingan social
  4. Masa meninggalkan seluruhnya dan focus pada tujuan secara totalitas
Nomor pertama merupakan masa pra-menikah, masa kedua dan ketiga adalah masa dimana hubungan sosial masih diperlukan dan yang terakhir adalah masa totalitas menuju tujuan yang ingin dicapai dan bersiap menjadi jiwa yang tercerahkan bahkan bersiap meninggalkan dunia menuju ketenangan yang abadi.Ketenangan abadi hakikatnya bukan kematian tapi keselamatan abadi, kelepasan dari keinginan dan cita-cita yang menimpa manusia.Sebab penyebab utama kesengsaraan adalah berawal dari keinginan, adapun kerakusan adalah awal dari kehancuran jiwa.
Adanya empat tahapan bagi yang berat melakukannya bukan berarti menutup kemungkinan melangkah pada masa kedua.Sebab meditasi bukanlah semudah yang dibayangkan seorang yang panjang angan-angan melainkan dengan kesiapan mentalitas dan jiwa kokoh serta tangguh, niat dan tekad telah membaja dan tentunya tidak terlintas keinginan kepada hal-hal yang memngganggu konsentrasi. Dalam konsentrasipun memiliki tingkatan masing-masing individu, bagi pemula latihan dari satu jam 2 jam 3 jam sehingga sampai berhari-hari berminggu-minggu dan seterunya, dan dalam tahapan ini seorang tidak lagi terlintas kativitas dan kebutuhan ragawi, kecuali badanya secara tidak sadar roboh dan sedikit sadar akan masalah tubuhnnya, saat itu seorang meditasi memberikan apa yang menjadi hak badan sehingga bisa melanjutkan meditasi dengan lurus. Tentunya hal ini harus dilakukan bagi yang belum tercerahkan atau mendapatkan kesadaran penuh atas apa yang menjdi pertanyaan yang selama ini ia cari dan bagi yang bertekad mencapainya dan tidak mau mengahiri hidup sebelum mencapai predikat tercerahkan.
Tahapan mencapai meditasi yang sempurna dan totalitas tentulah melalui latihan bagi pemula, puasa dilakukan secara totalitas dan bukan setengah-setengah. Tetap ingat tujuan utama itu diutamakan dan kaidahnya tentu jika seorang telah mengutamakan sesuatu maka, ia akan mengesampingkan yang lainnya. Dan dalam hal ini, badan dikesampingkan secara penuh.  Jadi,  tubuh bukanlah hal utama lagi, kita bisa bandingkan, seorang materialis yang mengutamakan tubuh, secara totalitas menikmati dunia dan tidak ingat apalagi berusaha mencari hakikat di balik materi. Mereka totalitas, fokus pada materi, hedonisme, apalagi mereka akan menyeimbangkan kehidupan tubuh dan jiwanya. Begitu jugalah yang harus dilakukan manusia yang tidak materialisme, mereka harus totalitas dalam penyucian jiwa, bukan menyeimbangkan dunia badan dan ruh.
Tentu bagi yang memiliki kecendrungan jiwa yang tepat akan mulailah mengevaluasi, apakah yang menjadi tujuan utama hidup dan akan mencari jalan mencapainya. Jika seorang sedang mewarisi kepercayaan tertentu, jangan menganggap kepercayaan yang sedang dalam genggamannya dipegang sebagai sebuah kebenaran mutlak, padahal seluruh jenis kepercayaan di dunia ini masing-masing menganggap miliknyalah yang paling benar.Saling menjustifikasi.Inilah jalan tengah yang terlupakan, banyak yang menganggapnya sebagai kebaikan tertinggi, jalan kembalinya jiwa menuju pencerahan dan ketenangan yang abadi.Seseorang telah mencontohkan pada masanya.Ia bukanlah seorang pendiri agama, bukanlah seorang penganut kepercayaan fanatik kepada tuhan. Suatu saat ia ditanya mengenai ketuhanan dan hari kemudian. Apakah tuhan itu ada?Apakah ada kehidupan setelah kematian?Ia terdiam sesaat dan menjawab “aku hanya seorang yang mengantarkan anda terlepas dari kesengsaraan hidup di dunia”. Wassalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Read more: http://www.caraseoblogger.com/2013/11/cara-menambahkan-animasi-burung-twitter.html#ixzz3GY9CTcvx