Setiap
orang berpikir mencari jalan yang benar, menyadari kehidupan dan
kesejatian diri, hidup tenang dan tidak tersesat tidak terpenjara kehidupan fana. Manusia mencari sarana melalui objek pengabdian yang berujung ketenangan. Beragam
sikap ditampakkan, dari sikap apatis sampai kegusaran jiwa, dan berakhir dengan keputusan memeluk sebuah
bentuk keyakinan tertentu sebagai pilihan yang diklaim sebagai kebenaran.
Namun, pada golongan manusia pertama, bagaimana hal itu dianggap benar seluruhnya, jika terdapat keyakinan-keyakinan lain yang menganggap kebenaran pula daripadanya?Sebaliknya, bagaimana dengan yang meragukan seluruhnya?Dari sini kemudian ada yang memilih netral, ada juga yang mengakui diri sebagai aliran tertentu namun, tidak memiliki konsep ketuhanan (Budha).
Namun, pada golongan manusia pertama, bagaimana hal itu dianggap benar seluruhnya, jika terdapat keyakinan-keyakinan lain yang menganggap kebenaran pula daripadanya?Sebaliknya, bagaimana dengan yang meragukan seluruhnya?Dari sini kemudian ada yang memilih netral, ada juga yang mengakui diri sebagai aliran tertentu namun, tidak memiliki konsep ketuhanan (Budha).
Di
sini, penulis tidak bermaksud membicarakan suatu ajaran tertentu namun, hanya
menyukai ajaran tertentu dan berpendapat bahwa inilah solusi yang tepat bagi
manusia untuk mencari ketenangan dan mencari tujuan serta pencerahan akal
menuju kesejatian diri, yaitu berdiam diri dan fokus dalam ketenangan
perenungan dan itulah yang kemudian disebut sebagai meditasi. Hal ini, sudah
biasa bagi para penganut agama Hindu, Budha dan Islam. Dalam Islam diwakili
oleh para sufi dan ‘arif billah. Proses ini dikenal awalnya oleh seorang
tokoh Budha Shidarta Budha Gautama.
Melalui
meditasi, Shidarta Gautama menjadi Budha dan namanya berubah menjadi Shidarta
Budha Gautama (yang tercerahkan).Dari sini, muncullah sebuah pertanyaan apakah
meditasi hanya dilakukan oleh atau kalangan manusia tertentu?Sebetulnya,
tidaklah begitu. Cara ini merupakan salah satu proses yang luhur sebagai upaya
pencarian jati diri dan tidak hanya menjadi perdebatan dan ajaran dalam kertas.
Tapi yang utama adalah implementasi bagi individu dan gerakan mendekatinya,
bukan hanya individu dengan acuh tanpa mencobanya, melainkan adanya
sebuah ajakan kepada orang sebagai bentuk penyelamatan dan tanggung jawab antar
sesama.
Dalam
hidup, selayaknya menjadi sebuah kewajiban untuk dipenuhi minimal diakhir masa
kehidupan sebagai bentuk tadzkiyatun nafs (istilah Islam) yang berarti
penyucian jiwa.Penyucian jiwa dari keterkungkungan badan atau materi yang
menjadi faktor pertama yang menghalangi kembalinya jiwa dari tujuan utama.
Sebab, badan bisa menjadi dua hal, pertama bisa dipandang sebagai
penghalang utama menuju pencerahan sejati, sehingga ruh terlena dan melupakan
tujuan utamanya mencapai pencerahan, kedua perannyahanya sebagai
sarana untuk mencapai tujuan utama yaitu pencerahan dan dapat kembali kepada
kebahagiaan abadi (Nirvana/Surga) sebagai jiwa yang bebas dan merdeka.
Apabila
manusia memenuhi pandangan pertama, manusia dianggap telah tersesat di alam
materi; mereka menganggap bahwa kehidupan yang biasa dengan keseimbangan
dunia-akhirat (dalam Islam) adalah sebuah kebenaran yang pasti, padahal masih
terlihat jauh dari kebenaran yang dicari-cari.Jika seseorang mencari suatu
tujuan tertentu sayogyanya orang tersebut fokus secara totalias dengan jiwa dan
raganya, bukan setengah-setengah.Apalagi seperti tawaran Islam dengan
keseimbangan dunia-akhirat, jelas tidak bisa menjadi acuan dalam mencapai
pencerahan sejati yang berlandaskan penyempurnaan, sedangkan Islam menentang
keras kehidupan kerahiban (menyendiri).Ini terlepas dari klaim kebenaran agama
yang terkadang dianggap sebagai sebuah risalah agung dengan kebenaran yang
sifatnya mutlak, memang hanya anggapan penganut kepercayaan sebagai sebuah
plihan yang dianggap sebagai kebenaran harga mati dan tidak dapat ditawar-tawar
lagi.
Fenomena
ini terkadang terjadi antar-agama yang saling menghukumi kebenaran sebagai
“solusi” yang tepat, sangat jarang terjadi memandang secara universal dan
menengahi konflik ini. Namun, setidaknya setiap manusia menyadari, betapa
membuka diri terhadap kebenaran yang datang dari manapun adalah sebuah tahap
penyempurnaan diri menuju pencaharian; sebuah kebenaran yang “berserakan” di
berbagai tempat. Membuka diri adalah sebaik-baik sikap manusia ideal yang
sesungguhnya. Jika kita ingin melihat realitas kebijaksanaan dan dekatnya
pencerahan sejati melalui meditasi dan nilai terluhur yang bersamanya, tentu
satu-satunya solusi adalah mencoba go to meditasi. Namun, kenyataannya
tidak sedikit berlaku sebagai penentang dan membuat wacana super-hebat sebagai
sebuah kekeliruan cara pandang tertentu dan umumnya dianggap sebagai tindakan
yang asing dan tidak terpuji. Meditasi tidaklah seburuk itu, meditasi adalah
sebuah terowongan kebijaksanaan, mematikan segala keinginan hawa nafsu,
mengawal ketat hal-hal yang berkaitan dengan badan.Seluruh masalah dalam hidup
ini lahir dari keinginan nafsu. Nafsu adalah tiada hari tanpa keinginan, dari
manusia dilahirkan hingga matinya nafsu akat tetap berkeinginan, lalu apakah
manusia akan memilih menjadi budak nafsu atau menjadi tuan nafsu. Keputusan
seutuhnya ada pada masing-masing jiwa.
Kepentingan
dari golongan, ras suku dan agama tertentu terkadang sebagai wadah utama demi
mencapai kepuasan dan kepentingan buruk. Perang atas nama agama, pembantaian
besar-besaran atas nama tuhan, penaklukan demi penaklukan dimana-mana. Sesuatu
di bangun atas sesuatu katanya. Perang suci, panggilan tuhan, fenomena ini yang
menarik, sungguh bagaimana tuhan begitu “laris” terjual dalam panggung publik,
namaNya begitu digemari bagaikan sebuah “komoditi unggulan” yang tiada
berlimit. Menariknya lagi, tuhan telah menjadi komandan perang di garis
terdepan dan bahkan sebagai faktor utama alasan kemenangan. Bung Tomo pernah
mengatakan: “tanpa Allahu Akbar bambu runcing mustahil menang melawan
peluru;” penaklukan-penaklukan imperium Sassanian dan Bizantium Romawi,
perang suci (Salib) yang dikobarkan Paulus gereja agung Vatikan, seruan dalam
pidato Paulus yang berapi-api, bebaskan tanah suci.! Habisi para penentang
dan musuh-musuh tuhan.! Mereka tidak percaya kepada putra tuhan yang di
utus bapa di surga, siapa yang gugur dalam perang suci ini, niscaya bapa telah
menjanjikan baginya surga yang didalamnya kalian akan disambut
bidadari-bidadari cantik lagi molek.
Pertanyaannya,
apakah iya, tuhan memiliki musuh? Ada juga klaim dari sebagian ras Yahudi
mengklaim Yahweh mengakui bangsa Yahudi sebagai ras utama, bangsa yang di
utamakan, yang selainnya dianggap sebagai fasilitas bagi bangsa Yahudi,
budak? Tuhan rasisme donk…! Sungguh bukanlah sikap yang bijaksana bagi
tuhan yang katanya “Mahabijaksana”.Tapi, inilah yang masih kita saksikan sampai
sekarang ini.Adakah yang masih tidak mau tahu bagaimana manusia masih
berkeyakinan seperti ini? Berbagai problema manusia merupakan akibat dari
kebodohan memandang satu sama lain dan menganggap agama satu-satunya
jalan dengan segala intruksi dan doktrinnya harus di patuhi. Seseorang bukanlah
mendapatkan kebahagiaan abadi (surga) karena dia sembahyang, puasa, bukan pula
melalui pemujaan sehingga manusia mendapatkan pengampunan, tetapi melalui
perbuatan baik dan hidup secara baik, seseorang bisa mencapai kebahagiaan
melalui menghapus keinginan.
Sudah
saatnya manusia memenuhi panggilan batinnya yang suci menuju pencaharian
hakikat diri manusia sebagai mahluk yang memiliki akal dan jiwa yang potensial
suci, tidak membiarkan diri terkurung dalam alam materi selamanya, satu-satunya
jalan adalah keluar dari doktrin-doktrin yang masih bisa dikritisi dan
diragukan, sebab itu bukan sebuah solusi utama bagi kemaslahatan jiwa manusia.
Anggaplah tubuh ini sebagai sarana utama untuk mencapai jiwa yang tercerahkan
(budha), dan bukan hanya anggapan belaka, namun itulah kebenaran, tubuh kotor
ini dari dunia dan akan tetap abadi didunia sedangkan jiwa ini bukanlah dari
alam dunia, sehingga ia harus kembali ke asal dari mana ia datang, ia datang
hanya dengan tujuan mencapai kebenaran sejati dengan tubuh sebagai sarana,
sehingga uzlah merupakan sebuah tuntutan bagi setiap manusia untuk
memenuhi tuntutan jiwa murni.
Jika
jiwa yang menjadi tujuan utama dalam dunia, berarti dalam predikat tercerahkan
tentu melalui meditasi.Dalam meditasi seluruh aktivitas keseharian telah
terbuang jauh dan adanya usaha untuk menjauhinya keseluruhan.Dalam meditasi
amalan-amalan adalah sebuah sarana yang membantu keseimbangan jiwa dan badan
bagi yang berada di tahap awal. Hal-hal yang selayaknya dilakukan lainnya tentu
saja puasa dan bagi yang telah mencapai meditasi total bahkan secara akal
manusia tidak mungkin bisa melakukannya bagi yang sedah latihan itu telah
menjadi kebiasaan. Seorang yang mencapai titik kritis tubuhnya, jangan lupa
mencari suaka sekedar menyambung nyawa, tingkatannya dari hari pertama puasanya
1 hari, selanjutnya 2 hari selanjutnya 3 hari dan seterusnya sampai berminggu-minggu
bahkan berbulan-bulan dan sampai titik penghabisan. Sepanjang hidup seorang
bukan berarti seluruhnya sejak lahir sampai mati hanya berada dalam meditasi,
setidaknya terbapat bagian kehidupan manusia sehingga ia juga tidak melupakan
maslahat lainnya. Yaitu dengan membagi tahapan :
- Masamenggali pengetahuan
- Masa memenuhi kebutuhan, berkeinginan, dan keejahteraan, seperti berkeluarga dan berkarier
- Masa mengurangi keterikatan dan kepentingan social
- Masa meninggalkan seluruhnya dan focus pada tujuan secara totalitas
Nomor
pertama merupakan masa pra-menikah, masa kedua dan ketiga
adalah masa dimana hubungan sosial masih diperlukan dan yang terakhir adalah
masa totalitas menuju tujuan yang ingin dicapai dan bersiap menjadi jiwa yang
tercerahkan bahkan bersiap meninggalkan dunia menuju ketenangan yang
abadi.Ketenangan abadi hakikatnya bukan kematian tapi keselamatan abadi,
kelepasan dari keinginan dan cita-cita yang menimpa manusia.Sebab penyebab
utama kesengsaraan adalah berawal dari keinginan, adapun kerakusan adalah awal
dari kehancuran jiwa.
Adanya
empat tahapan bagi yang berat melakukannya bukan berarti menutup kemungkinan
melangkah pada masa kedua.Sebab meditasi bukanlah semudah yang dibayangkan
seorang yang panjang angan-angan melainkan dengan kesiapan mentalitas dan jiwa
kokoh serta tangguh, niat dan tekad telah membaja dan tentunya tidak terlintas
keinginan kepada hal-hal yang memngganggu konsentrasi. Dalam konsentrasipun
memiliki tingkatan masing-masing individu, bagi pemula latihan dari satu jam 2
jam 3 jam sehingga sampai berhari-hari berminggu-minggu dan seterunya, dan
dalam tahapan ini seorang tidak lagi terlintas kativitas dan kebutuhan ragawi,
kecuali badanya secara tidak sadar roboh dan sedikit sadar akan masalah
tubuhnnya, saat itu seorang meditasi memberikan apa yang menjadi hak badan
sehingga bisa melanjutkan meditasi dengan lurus. Tentunya hal ini harus
dilakukan bagi yang belum tercerahkan atau mendapatkan kesadaran penuh atas apa
yang menjdi pertanyaan yang selama ini ia cari dan bagi yang bertekad
mencapainya dan tidak mau mengahiri hidup sebelum mencapai predikat
tercerahkan.
Tahapan
mencapai meditasi yang sempurna dan totalitas tentulah melalui latihan bagi
pemula, puasa dilakukan secara totalitas dan bukan setengah-setengah. Tetap
ingat tujuan utama itu diutamakan dan kaidahnya tentu jika seorang telah
mengutamakan sesuatu maka, ia akan mengesampingkan yang lainnya. Dan dalam hal
ini, badan dikesampingkan secara penuh. Jadi, tubuh bukanlah hal
utama lagi, kita bisa bandingkan, seorang materialis yang mengutamakan tubuh,
secara totalitas menikmati dunia dan tidak ingat apalagi berusaha mencari
hakikat di balik materi. Mereka totalitas, fokus pada materi, hedonisme,
apalagi mereka akan menyeimbangkan kehidupan tubuh dan jiwanya. Begitu jugalah
yang harus dilakukan manusia yang tidak materialisme, mereka harus totalitas
dalam penyucian jiwa, bukan menyeimbangkan dunia badan dan ruh.
Tentu
bagi yang memiliki kecendrungan jiwa yang tepat akan mulailah mengevaluasi,
apakah yang menjadi tujuan utama hidup dan akan mencari jalan mencapainya. Jika
seorang sedang mewarisi kepercayaan tertentu, jangan menganggap kepercayaan
yang sedang dalam genggamannya dipegang sebagai sebuah kebenaran mutlak, padahal
seluruh jenis kepercayaan di dunia ini masing-masing menganggap miliknyalah
yang paling benar.Saling menjustifikasi.Inilah jalan tengah yang terlupakan,
banyak yang menganggapnya sebagai kebaikan tertinggi, jalan kembalinya jiwa
menuju pencerahan dan ketenangan yang abadi.Seseorang telah mencontohkan pada
masanya.Ia bukanlah seorang pendiri agama, bukanlah seorang penganut
kepercayaan fanatik kepada tuhan. Suatu saat ia ditanya mengenai ketuhanan dan
hari kemudian. Apakah tuhan itu ada?Apakah ada kehidupan setelah kematian?Ia
terdiam sesaat dan menjawab “aku hanya seorang yang mengantarkan anda
terlepas dari kesengsaraan hidup di dunia”. Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar