Minggu, 19 Oktober 2014

Klasifikasi Tauhid Versi Sunni, Syi'i dan Salafi



Tauhid merupakan hal yang paling krusial, paktor penentu keimanan seseorang, tidak sedikit orang yang tadinya taat beragama namun tidak tahu doktrin tauhid
yang ia yakini, tidak sedikit pula di antara manusia yang setelah mengkaji doktrin tauhidnya secara mendalam, ternyata terdapat banyak kekeliruan, banyak kontroversi bahkan dengan mudahnya di bantah secara rasional., sehingga menjadi factor penyebab perpindahan dari satu keyakinan agama kekeyakinan agama lainnya.
Islam adalah agama yang menjelaskan tauhidnya secara mendetail dan rasional, mudah di cerna akal masyarakat awan, dan sangat rasional di kalangan intelektual, islam dengan keyakinan keesaan tuhan teguh pendirian dalam doktrin-doktrinnya, keesan tuhan dalam zat dan sifatNya menjadi salah satu perdebatan dikalangan para teolog, dimana didalamnya terdapat pluralitas madzhab, diantaranya: mu’tazilah, yang sangat mengedepankan rasionalitas dalam mengkaji agama dari pada wahyu, qodariyah dengan sikapnya terkenal tentang penekanannya terhadap perbuatan manusia, tanpa campur tangan tuhan. Sunni dengan sikapnya yang berada diantara tengah-tengah dan lainnya.
Masing masing mazahb dalam tubuh islam ini mempunyai doktrin sama walau berbeda dalam term dan berbeda dalam takwilan terhadap teks-teks kitab suci. Hal ini cukup memberikan kontribusi terhadap perkembangan pemikiran teologi islam trutama pada awal-awal dari kejayaan peradaban islam. Dalam makalah ini kami hanya akan menyampaikan sedikit pemaparan tentang tingkatan-tingkatan tauhid dalam tiga versi mazhab besar dalam tubuh islam yang masih exis sampai saat ini, yaitu tingkatan tauhid versi sunni, syi’ah dan wahabi.
 
Pembahasan
A.    Sunni dan syi’ah membagi tauhid menjadi empat macam.
1)      Tauhid Zat
Tauhid zat adalah mengetahui zat Allah dalam keesaan dan ketunggalanNya. Dalam bahasa filosof, Dia adalah wujud yang mesti ada. Para muahhid memandang bahwa allah adalah yang awal,yang menunjuk perananNya sebagai perinsip, sumber dan pencipta. Dia adalah prinsip dan pencipta maujud-maujud lain, yang semuanya dariNya, dan Dia bukan dari apapun. Dengan bahasa para filosof Dia adalah sebab pertama. Adakah suatu realitas yang tidak bergantung pada realitas lain, bahkan segala realitas lain bergantung padaNya, yang melalu kehendakNya segala realitas mewjud, dan dia sendiri tidak mawjud melalui prinsip lain. Tauhid zati berarti adalah realitas ini menolak dualitas atau pluralitas, dan sekaligus tidak memiliki kesamaan “tidak ada sesuatu apapun yang menyerupainya” (QS:42:11). “tidak ada satupun yang sebanding denganNya” (QS:112:4)
Pluralitas merupakan suatu cirri mahluk aksidantar, yang keberadaanya bergantung maujud yang lain, Muhammad, misalnya, termasuk anggota sepesies manusia. Dengan demikian kita bisa mengansumsikan bahwa ada anggota lain dalam sepesies ini. Adapun zat yang mesti ada (Allah) tersucikan dari implikasi semacam itu. Karena zat yang mesti ada itu tunggal maka prinsip dan sumber sertta titik akhir alampun niscaya tunggal alam tidak timbul dari berbagai prinsip dan juga tidak kembali keberbagai prinsip tapi dari dan kesatu prinsip “katakanlah, Allah adalah pencipta segala sesuatu (QS:13:16) dan “ingatlah, bahwa keada Allahlah kembali semua urusan” (QS:42:53)
2)      Tauhid Sifat
Tauhis sifat adalah memehami bahwa zatnya adalah sifat-sifatnya itu sendiri, bahwa sifat-sifatnya satu sama lain sama tauhid sifati berarti menapikan segala bentuk pluralitas dan kemajmukan pada zat itu sendiri meski zat Allah dilukiskan dengan sift-sifat sempurna, yaitu indah, dan agung, namun ia tidak memiliki aspek obyektif. Membedakn zat dengan sifat atau  sesame sifa berarti membatasi wujud. Bagi suatu wujud tak terbatas, yang tidak bisa dibayangkan dengan wujud lain dari wujud itu, takpula bisa dibayangkan adanya pluralitas, kemajmukan, atau perbedaan antara zat dengan sifat. sifat-sifat untuk menyipati Allah SWT jelaslah sifat- sifat Allah yang terbatas bagi ketidak terbatasan zatillah, dan yang merupakan zat ini. Sifat-sifat yang tidak ada padaNya adalah sifat-sifat yang berbeda dengan zatNya dengan  sifat-sifat yang lain. Karena itu, tauhid sifat berarti memahami ketunggalan zat dan sifat-sifatNya.

3)      Tauhid Af’al
Tauhid af’al adalah memahami bahwa alam, dengan seluruh system, norma, dan sebab akibatnya, merupakan perbuatanNya, serta timbul dari kehendakNya. Karena wujud di alam ini pada hakikatnya tidak mandiri, semua bergantung kepadaNya. Maka maujud-maujud ini tidak mandiri baik dalam akibat ataupun sebab. Dengan begitu karena Allah tidak bersekutu dalam zat, tetapi hanya Dialah yang maha mutlak. Sederhananya adalah seluruh system sebab dan akibat yang terjadi di alam raya ini adalah perbuatan Allah SWT. 
4)      Tauhid Ibadat
Tiga tingakatan tauhid di atas merupakan tauhid teoritis dan termasuk pengetahuan,sedang tauhid dalam ibadat adalah tauhid praktis dan termasuk dalam mengada dan menjadi. Tiga tingkatan pertama tauhid di atas mencerminkan pemikiran yang benar, tahap ini merupakan mengada dan menjadi benar. tuhid teoretis adalah pengertian tentang kesempurnaan, sedangkan tauhid praktis merupakan gerakan kearah kesempurnaan. Tauhid teoritis berarti memahami keesaan allah, sedangkan tauhid praktis berarti membawa manusia kedalam kesasatuan, tauhid teoritis adalah “melihat”, sedang tauhid praktis, “bergerak”. Tauhid teoritis yakni memahami ketunggalan zat allah dan sifat-sifatNya, dan ketunggalan agensiNya – itu mungkin ? sekiranya hal ini mungkin, apakah pemahaman ini membantu mewujudkan kebahagiaan manusia, ? sangat tentu, sebab setelah manusia mengetahui hakikat tuhannya, manusia dengan penuh keyakinan akan membut mereka taat dan bergairah dalam menjalankan kewajiban syari’at.
Tauhid praktis atau tauhid dalam ibadah berartu beribadah kepada allah. Dalam islam ibadah itu bertingkat-tingkat. Tingkat ibadat paling jelas adalah melakukan ritus pemuliaan dan pengukuhan transendensi sedemikian, sehingga sekeranya keduanya dilakukan bukan bagi allah,berarti bener-benar keluar dari lingkungan ummat tauhid, yang sekaligus dari pengakuan islam. Akan tetapi dalam pandangan islam,  ibadah tidak terbatas pada tingkatan ini saja: setiap pemilihan orientasi, seuah ideal, dan kiblat spiritual,adalah ibadah. Tauhid ibadat berarti menunjukkan ketaatan semata-mata kepadaNya,  dan menjadikanNya sebagai tujuan kiblat dan ideal, dan berarti pula menolak objek ketaatan,tujuan, kiblat atau ideal, selainNya, ya’ni ruku’ berdiri, sujud, bergerak, hidup dan mati semata-mata hanya kepada allah.

B.     Salafi membagi tauhid menjadi tiga macam.
1)      Tauhid Rububiyah
Yaitu pengakuan bahwa sesungguhnya Allah adalah Tuhan dan Maha Pencipta. Orang-orang kafir pun mengakui macam tauhid ini. Tetapi pengakuan tersebut tidak menjadikan mereka tergolong sebagai orang Islam. Allah berfirman, "Dan sungguh, jika Kamu bertanya hepada mereka, 'Siapakah yang menciptakan mereka', niscaya mereka menjawab,'Allah'." (Az-Zukhruf: 87). Berbeda dengan orang-orang komunis, mereka mengingkari ke-beradaan Tuhan. Dengan demikian, mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah.
 
2)   Tauhid Uluhiyah
Yaitu mengesakan Allah dengan melakukan berbagai macam ibadah yang disyari'atkan. Seperti berdo'a, memohon pertolongan kepada Allah, thawaf, menyembelih binatang kurban, bernadzar dan berbagai ibadah lainnya. Klarifikasi tauhid ini banyak diingkari oleh orang-orang kafir. Dan ia pula yang menjadi sebab perseteruan dan pertentangan antara umat-umat terdahulu dengan para Rasul mereka, sejak Nabi Nuh AS hingga diutusnya Nabi Muhammad  SAW. Dalam banyak tempat dimana al-Qur'a sering memberikan anjuran soal tauhid uluhiyah ini. Di antaranya, agar setiap muslim berdo'a dan meminta hajat hanya kepada Allah semata. Dalam surat Al-Fatihah misalnya, Allah berfirman,  "Hanya Kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah Kami memohon pertolongan." (Al-Fatihah: 5). Maksudnya, khusus kepadaMu kami beribadah, hanya kepadaMu semata kami berdo'a dan kami sama sekali tidak memohon pertolongan kepada selainMu.

Tauhid uluhiyah ini mencakup masalah berdo'a semata-mata hanya kepada Allah, mengambil hukum dari Al-Qur'an, dan tunduk berhukum kepada syari'at Allah. Semua itu terangkum dalam firman Allah,
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku maka sembahlah Aku." (Thaha: 14).

3)      Tauhid Asma' Wa Shifat
Yaitu beriman terhadap segala apa yang terkandung dalam Al-Qur'anul Karim dan hadits shahih tentang sifat-sifat Allah yang berasal dari penyifatan Allah atas DzatNya atau penyifatan Rasulullah  Shalallahu Alaihi Wa Salam. Beriman kepada sifat-sifat Allah tersebut harus secara benar, tanpa ta'wil (penafsiran), tahrif (penyimpangan), takyif (visualisasi, penggambaran), ta'thil (pembatalan, penafian), tamtsil (penyerupaan), tafwidh (penyerahan, seperti yang.banyak dipahami oleh manusia). Misalnya tentang sifat al-istiwa ' (bersemayam di atas), an-nuzul (turun), al-yad (tangan), al-maji' (kedatangan) dan sifat-sifat lainnya, kita menerangkan semua sifat-sifat itu sesuai dengan keterangan ulama salaf. Al-istiwa' misalnya, menurut keterangan para tabi'in sebagaimana yang ada dalam Shahih Bukhari berarti al-'uluw wal irtifa' (tinggi dan berada di atas) sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allah  Shalallahu Alaihi Wa Salam . Allah berfirman, "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syuura: 11)

Maksud beriman kepada sifat-sifat Allah secara benar adalah dengan tanpa hal-hal berikut ini:
a)      Tahrif (penyimpangan): Memalingkan dan menyimpangkan zhahir-nya (makna yang jelas tertangkap) ayat dan hadits-hadits shahih pada makna lain yang batil dan salah. Seperti istawa (bersema-yam di tempat yang tinggi) diartikan istaula (menguasai).
b)      Ta'thil (pembatalan, penafian): Mengingkari sifat-sifat Allah dan menafikannya. Seperti Allah berada di atas langit, sebagian ke-lompok yang sesat mengatakan bahwa Allah berada di setiap tempat.

c)      Takyif (visualisasi, penggambaran): Menvisualisasikan sifat-sifat Allah. Misalnya dengan menggambarkan bahwa bersemayamnya Allah di atas 'Arsy itu begini dan begini. Bersemayamnya Allah di atas 'Arsy tidak serupa dengan bersemayamnya para makhluk, dan tak seorang pun yang mengetahui gambarannya kecuali Allah semata.

d)     Tamtsil (penyerupaan): Menyerupakan sifat-sifat Allah de-ngan sifat-sifat makhlukNya. Karena itu kita tidak boleh mengatakan, "Allah turun ke langit, sebagaimana turun kami ini". Hadits tentang nuzul-nya Allah (turunnya Allah) ada dalam riwayat Imam Muslim.
Sebagian orang menisbatkan tasybih (penyerupaan) nuzul ini kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ini adalah bohong besar. Kami tidak menemukan keterangan tersebut dalam kitab-kitab beliau, justru sebaliknya, yang kami temukan adalah pendapat beliau yang mena-fikan tamtsil dan tasybih.

e)      Tafwidh (penyerahan): Menurut ulama salaf, tafwidh hanya pada al-kaif (hal, keadaan) tidak pada maknanya. Al-Istiwa' misalnya berarti al-'uluw (ketinggian), yang tak seorang pun mengetahui bagai-mana dan seberapa ketinggian tersebut kecuali hanya Allah.

f)       Tafwidh (penyerahan): Menurut Mufawwidhah (orang-orang yang menganut paham tafwidh) adalah dalam masalah keadaan dan makna secara bersamaan. Pendapat ini bertentangan dengan apa yang diterangkan oleh ulama salaf seperti Ummu Salamah x, Rabi'ah guru besar Imam Malik dan Imam Malik sendiri. Mereka semua se-pendapat bahwa, "Istiwa' (bersemayam di atas) itu jelas pengertian-nya, bagaimana cara/keadaannya itu tidak diketahui, iman kepadanya adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid'ah."
Penutup
A.    Kesimpulan
Tauhid adalah ilmu utama yang wajib di ketahui bagi setiap kaum muslimin, wajib diutamakan dari ilmu-ilmu yang lain, sebagai landasan keimanan dan ibadah kepada allah, tidak sah keimanan seseorang jika tidak mengetahui siapa yang di imani, bagaimana kemahakuasaanNya, sifatNya, dan segala hal yang merupakan pondasi pembangun keimanan. Salah satu hal yang harus diimani bahwa tuhan memiliki zat yang maha kekal, memiliki sifat dan nama-nama yang indah, dan yang terpenting adalah mengimani bahwa alam semesta merupakan salah satu hasil karyaNya yang maha hebat, hal ini wajib diimani sepenuh hati dan kadar keimanan bergantung sejauh mana seseorang mengenal tuhannya, salah satunya melalui ilmu tauhid.

B.     Saran
Didunia ini manisia tidak luput dari kekeliruan, utamanya dalam penyusunan makalah ini sudah tentu terdapat banyak kekeliruan dan masih jauh dari kesempurnaan, kekeliruan adalah untuk di perbaiki, oleh karena itu kami sebagai penyusun makalah meminta ketulusan bapak/ibu dosen memperbaiki dan membimbing kami berjalan menuju jalan minimal mendekati kesempurnaan, amin,, allahummasholli ‘ala Muhammad wa’ala alihi wa’ashaabihi waman tabi’ahum bi’ihsaanin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Read more: http://www.caraseoblogger.com/2013/11/cara-menambahkan-animasi-burung-twitter.html#ixzz3GY9CTcvx