Tauhid merupakan hal yang paling krusial, paktor
penentu keimanan seseorang, tidak sedikit orang yang tadinya taat beragama namun
tidak tahu doktrin tauhid
yang ia yakini, tidak sedikit pula di antara manusia
yang setelah mengkaji doktrin tauhidnya secara mendalam, ternyata terdapat
banyak kekeliruan, banyak kontroversi bahkan dengan mudahnya di bantah secara
rasional., sehingga menjadi factor penyebab perpindahan dari satu keyakinan
agama kekeyakinan agama lainnya.
Islam adalah agama yang menjelaskan tauhidnya secara
mendetail dan rasional, mudah di cerna akal masyarakat awan, dan sangat
rasional di kalangan intelektual, islam dengan keyakinan keesaan tuhan teguh
pendirian dalam doktrin-doktrinnya, keesan tuhan dalam zat dan sifatNya menjadi
salah satu perdebatan dikalangan para teolog, dimana didalamnya terdapat
pluralitas madzhab, diantaranya: mu’tazilah, yang sangat mengedepankan
rasionalitas dalam mengkaji agama dari pada wahyu, qodariyah dengan sikapnya
terkenal tentang penekanannya terhadap perbuatan manusia, tanpa campur tangan
tuhan. Sunni dengan sikapnya yang berada diantara tengah-tengah dan lainnya.
Masing masing mazahb dalam tubuh islam ini mempunyai
doktrin sama walau berbeda dalam term dan berbeda dalam takwilan terhadap
teks-teks kitab suci. Hal ini cukup memberikan kontribusi terhadap perkembangan
pemikiran teologi islam trutama pada awal-awal dari kejayaan peradaban islam.
Dalam makalah ini kami hanya akan menyampaikan sedikit pemaparan tentang
tingkatan-tingkatan tauhid dalam tiga versi mazhab besar dalam tubuh islam yang
masih exis sampai saat ini, yaitu tingkatan tauhid versi sunni, syi’ah dan
wahabi.
Pembahasan
A.
Sunni dan syi’ah membagi tauhid menjadi empat
macam.
1)
Tauhid Zat
Tauhid zat adalah mengetahui zat Allah dalam keesaan dan
ketunggalanNya. Dalam bahasa
filosof, Dia adalah wujud yang mesti ada. Para muahhid memandang bahwa allah
adalah yang awal,yang menunjuk perananNya sebagai perinsip, sumber dan
pencipta. Dia adalah prinsip dan pencipta maujud-maujud lain, yang semuanya
dariNya, dan Dia bukan dari apapun. Dengan bahasa para filosof Dia adalah sebab
pertama. Adakah suatu realitas yang tidak bergantung pada realitas lain, bahkan
segala realitas lain bergantung padaNya, yang melalu kehendakNya segala
realitas mewjud, dan dia sendiri tidak mawjud melalui prinsip lain. Tauhid zati berarti
adalah realitas ini menolak dualitas atau pluralitas, dan sekaligus tidak
memiliki kesamaan “tidak ada sesuatu apapun yang menyerupainya” (QS:42:11).
“tidak ada satupun yang sebanding denganNya” (QS:112:4)
Pluralitas merupakan
suatu cirri mahluk aksidantar, yang keberadaanya bergantung maujud yang lain, Muhammad,
misalnya, termasuk anggota sepesies manusia. Dengan demikian kita bisa
mengansumsikan bahwa ada anggota lain dalam sepesies ini. Adapun zat yang mesti
ada (Allah) tersucikan dari implikasi semacam itu. Karena zat yang mesti
ada itu tunggal maka prinsip dan sumber sertta titik akhir alampun niscaya
tunggal alam tidak timbul dari berbagai prinsip dan juga tidak kembali
keberbagai prinsip tapi dari dan kesatu prinsip “katakanlah, Allah adalah
pencipta segala sesuatu (QS:13:16) dan “ingatlah, bahwa keada Allahlah kembali
semua urusan” (QS:42:53)
2)
Tauhid Sifat
Tauhis sifat adalah memehami bahwa zatnya adalah
sifat-sifatnya itu sendiri, bahwa sifat-sifatnya satu sama lain sama tauhid
sifati berarti menapikan segala bentuk pluralitas dan kemajmukan pada zat itu
sendiri meski zat Allah dilukiskan dengan sift-sifat sempurna, yaitu indah, dan
agung, namun ia tidak memiliki aspek obyektif. Membedakn zat dengan sifat atau sesame sifa berarti membatasi wujud. Bagi suatu
wujud tak terbatas, yang tidak bisa dibayangkan dengan wujud lain dari wujud
itu, takpula bisa dibayangkan adanya pluralitas, kemajmukan, atau perbedaan
antara zat dengan sifat. sifat-sifat untuk menyipati Allah SWT jelaslah sifat-
sifat Allah yang terbatas bagi ketidak terbatasan zatillah, dan yang merupakan
zat ini. Sifat-sifat yang tidak ada padaNya adalah sifat-sifat yang berbeda
dengan zatNya dengan sifat-sifat yang
lain. Karena itu, tauhid sifat berarti memahami ketunggalan zat dan
sifat-sifatNya.
3)
Tauhid Af’al
Tauhid af’al adalah memahami bahwa alam, dengan seluruh
system, norma, dan sebab akibatnya, merupakan perbuatanNya, serta timbul dari
kehendakNya. Karena wujud di alam ini pada hakikatnya tidak mandiri, semua
bergantung kepadaNya. Maka maujud-maujud ini tidak mandiri baik dalam akibat
ataupun sebab. Dengan begitu karena Allah tidak bersekutu dalam zat, tetapi hanya Dialah yang maha
mutlak. Sederhananya adalah seluruh
system sebab dan akibat yang terjadi di alam raya ini adalah perbuatan Allah
SWT.
4)
Tauhid Ibadat
Tiga tingakatan tauhid di atas merupakan tauhid teoritis
dan termasuk pengetahuan,sedang tauhid dalam ibadat adalah tauhid praktis dan termasuk
dalam mengada dan menjadi. Tiga tingkatan pertama tauhid di atas mencerminkan
pemikiran yang benar, tahap ini merupakan mengada dan menjadi benar. tuhid
teoretis adalah pengertian tentang kesempurnaan, sedangkan tauhid praktis
merupakan gerakan kearah kesempurnaan. Tauhid teoritis berarti memahami keesaan
allah, sedangkan tauhid praktis berarti membawa manusia kedalam kesasatuan,
tauhid teoritis adalah “melihat”, sedang tauhid praktis, “bergerak”. Tauhid
teoritis yakni memahami ketunggalan zat allah dan sifat-sifatNya, dan
ketunggalan agensiNya – itu mungkin ? sekiranya hal ini mungkin, apakah
pemahaman ini membantu mewujudkan kebahagiaan manusia, ? sangat tentu, sebab
setelah manusia mengetahui hakikat tuhannya, manusia dengan penuh keyakinan
akan membut mereka taat dan bergairah dalam menjalankan kewajiban syari’at.
Tauhid praktis atau tauhid dalam ibadah berartu beribadah
kepada allah. Dalam islam ibadah itu bertingkat-tingkat. Tingkat ibadat paling
jelas adalah melakukan ritus pemuliaan dan pengukuhan transendensi sedemikian,
sehingga sekeranya keduanya dilakukan bukan bagi allah,berarti bener-benar
keluar dari lingkungan ummat tauhid, yang sekaligus dari pengakuan islam. Akan
tetapi dalam pandangan islam, ibadah
tidak terbatas pada tingkatan ini saja: setiap pemilihan orientasi, seuah
ideal, dan kiblat spiritual,adalah ibadah. Tauhid ibadat berarti menunjukkan
ketaatan semata-mata kepadaNya, dan
menjadikanNya sebagai tujuan kiblat dan ideal, dan berarti pula menolak objek
ketaatan,tujuan, kiblat atau ideal, selainNya, ya’ni ruku’ berdiri, sujud,
bergerak, hidup dan mati semata-mata hanya kepada allah.
B.
Salafi membagi tauhid menjadi tiga macam.
1)
Tauhid Rububiyah
Yaitu pengakuan bahwa sesungguhnya Allah adalah Tuhan dan Maha Pencipta.
Orang-orang kafir pun mengakui macam tauhid ini. Tetapi pengakuan tersebut
tidak menjadikan mereka tergolong sebagai orang Islam. Allah berfirman, "Dan
sungguh, jika Kamu bertanya hepada mereka, 'Siapakah yang menciptakan mereka',
niscaya mereka menjawab,'Allah'." (Az-Zukhruf: 87). Berbeda dengan orang-orang komunis, mereka mengingkari ke-beradaan Tuhan.
Dengan demikian, mereka lebih kufur daripada orang-orang kafir jahiliyah.
2) Tauhid Uluhiyah
Yaitu mengesakan Allah dengan melakukan berbagai macam ibadah yang
disyari'atkan. Seperti berdo'a, memohon pertolongan kepada Allah, thawaf,
menyembelih binatang kurban, bernadzar dan berbagai ibadah lainnya. Klarifikasi tauhid ini banyak diingkari oleh orang-orang kafir. Dan ia pula yang menjadi sebab
perseteruan dan pertentangan antara umat-umat terdahulu dengan para Rasul mereka,
sejak Nabi Nuh AS hingga diutusnya Nabi Muhammad SAW. Dalam banyak tempat dimana al-Qur'a sering memberikan anjuran soal tauhid uluhiyah ini. Di antaranya, agar
setiap muslim berdo'a dan meminta hajat hanya kepada Allah semata. Dalam surat Al-Fatihah misalnya,
Allah berfirman, "Hanya Kepada Engkaulah
kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah Kami memohon pertolongan."
(Al-Fatihah: 5). Maksudnya, khusus kepadaMu kami beribadah, hanya kepadaMu
semata kami berdo'a dan kami sama sekali tidak memohon pertolongan kepada
selainMu.
Tauhid uluhiyah ini mencakup masalah berdo'a semata-mata hanya kepada Allah, mengambil hukum dari Al-Qur'an, dan tunduk berhukum kepada syari'at Allah. Semua itu terangkum dalam firman Allah, "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku maka sembahlah Aku." (Thaha: 14).
3)
Tauhid Asma' Wa Shifat
Yaitu beriman terhadap segala apa yang terkandung dalam Al-Qur'anul Karim
dan hadits shahih tentang sifat-sifat Allah yang berasal dari penyifatan Allah
atas DzatNya atau penyifatan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam. Beriman
kepada sifat-sifat Allah tersebut harus secara benar, tanpa ta'wil
(penafsiran), tahrif (penyimpangan), takyif (visualisasi, penggambaran),
ta'thil (pembatalan, penafian), tamtsil (penyerupaan), tafwidh (penyerahan,
seperti yang.banyak dipahami oleh manusia). Misalnya tentang sifat al-istiwa '
(bersemayam di atas), an-nuzul (turun), al-yad (tangan), al-maji' (kedatangan)
dan sifat-sifat lainnya, kita menerangkan semua sifat-sifat itu sesuai dengan
keterangan ulama salaf. Al-istiwa' misalnya, menurut keterangan para tabi'in
sebagaimana yang ada dalam Shahih Bukhari berarti al-'uluw wal irtifa' (tinggi
dan berada di atas) sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allah
Shalallahu Alaihi Wa Salam . Allah berfirman, "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syuura: 11)
Maksud beriman kepada sifat-sifat Allah secara benar adalah dengan tanpa hal-hal berikut ini:
a)
Tahrif (penyimpangan): Memalingkan dan menyimpangkan zhahir-nya (makna yang jelas tertangkap) ayat dan hadits-hadits shahih pada
makna lain yang batil dan salah. Seperti istawa (bersema-yam di tempat yang
tinggi) diartikan istaula (menguasai).
b)
Ta'thil (pembatalan, penafian): Mengingkari sifat-sifat Allah dan
menafikannya. Seperti Allah berada di atas langit, sebagian ke-lompok yang
sesat mengatakan bahwa Allah berada di setiap tempat.
c)
Takyif (visualisasi, penggambaran): Menvisualisasikan sifat-sifat Allah.
Misalnya dengan menggambarkan bahwa bersemayamnya Allah di atas 'Arsy itu
begini dan begini. Bersemayamnya Allah di atas 'Arsy tidak serupa dengan
bersemayamnya para makhluk, dan tak seorang pun yang mengetahui gambarannya
kecuali Allah semata.
d) Tamtsil (penyerupaan): Menyerupakan
sifat-sifat Allah de-ngan sifat-sifat makhlukNya. Karena itu kita tidak boleh
mengatakan, "Allah turun ke langit, sebagaimana turun kami ini".
Hadits tentang nuzul-nya Allah (turunnya Allah) ada dalam riwayat Imam Muslim.
Sebagian orang menisbatkan tasybih (penyerupaan) nuzul ini kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ini adalah bohong besar. Kami tidak menemukan keterangan tersebut dalam kitab-kitab beliau, justru sebaliknya, yang kami temukan adalah pendapat beliau yang mena-fikan tamtsil dan tasybih.
Sebagian orang menisbatkan tasybih (penyerupaan) nuzul ini kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ini adalah bohong besar. Kami tidak menemukan keterangan tersebut dalam kitab-kitab beliau, justru sebaliknya, yang kami temukan adalah pendapat beliau yang mena-fikan tamtsil dan tasybih.
e)
Tafwidh (penyerahan): Menurut ulama salaf, tafwidh hanya pada al-kaif (hal,
keadaan) tidak pada maknanya. Al-Istiwa' misalnya berarti al-'uluw
(ketinggian), yang tak seorang pun mengetahui bagai-mana dan seberapa
ketinggian tersebut kecuali hanya Allah.
f)
Tafwidh (penyerahan): Menurut Mufawwidhah (orang-orang yang menganut paham
tafwidh) adalah dalam masalah keadaan dan makna secara bersamaan. Pendapat ini
bertentangan dengan apa yang diterangkan oleh ulama salaf seperti Ummu Salamah
x, Rabi'ah guru besar Imam Malik dan Imam Malik sendiri. Mereka semua
se-pendapat bahwa, "Istiwa' (bersemayam di atas) itu jelas pengertian-nya,
bagaimana cara/keadaannya itu tidak diketahui, iman kepadanya adalah wajib dan
bertanya tentangnya adalah bid'ah."
Penutup
A. Kesimpulan
Tauhid adalah ilmu utama yang wajib di ketahui bagi
setiap kaum muslimin, wajib diutamakan dari ilmu-ilmu yang lain, sebagai
landasan keimanan dan ibadah kepada allah, tidak sah keimanan seseorang jika
tidak mengetahui siapa yang di imani, bagaimana kemahakuasaanNya, sifatNya, dan
segala hal yang merupakan pondasi pembangun keimanan. Salah satu hal yang harus
diimani bahwa tuhan memiliki zat yang maha kekal, memiliki sifat dan nama-nama
yang indah, dan yang terpenting adalah mengimani bahwa alam semesta merupakan
salah satu hasil karyaNya yang maha hebat, hal ini wajib diimani sepenuh hati
dan kadar keimanan bergantung sejauh mana seseorang mengenal tuhannya, salah
satunya melalui ilmu tauhid.
B. Saran
Didunia ini manisia tidak luput dari kekeliruan, utamanya
dalam penyusunan makalah ini sudah tentu terdapat banyak kekeliruan dan masih
jauh dari kesempurnaan, kekeliruan adalah untuk di perbaiki, oleh karena itu
kami sebagai penyusun makalah meminta ketulusan bapak/ibu dosen memperbaiki dan
membimbing kami berjalan menuju jalan minimal mendekati kesempurnaan, amin,,
allahummasholli ‘ala Muhammad wa’ala alihi wa’ashaabihi waman tabi’ahum
bi’ihsaanin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar