Problema; tidak berfikir kepada siapa ia harus hinggap. Ia bukan tuhan yang penuh kasih sayang,
bukan nabi yang cinta damai, juga bukan kolam susu
yang menyegarkan bagi yang meminumnya. Tapi masalah adalah algojo yang tak terlihat. Penyiksa
namun bukan malaikat. Pembunuh namun bukan teroris. Ia hanya datang mengundang
kegalauan. Mengundang prustasi dan terkadang memaksa seorang menangis. Tidak
sedikit yang susah menghadapinya, bikin patah hati hingga bunuh diri.Ia datang
dengan tiba-tiba disetiap saat. Ia mengelilingi roda kehidupan. Kita semua tau
namun tidak semua kita menyadarinya, dan bersiap mengantisipasinya.Ada yang
siap, bahkan menantinya. Tertera jelas dalam hizib NW (NahdlatulWathan), yang disusun oleh kiyai Zainuddin Lombok; “hai masalah,,! datanglah,!! aku
hanya tau kalau badai pasti berlalu”. Yah disini emang jelas dan telah menjadi
hukum alam (sunnatullah), suatu yang datang pasti berlalu. Dalam ungkapan di
atas menunjukkan keteguhan hati penantangnya. Dan perbedaan sikap orang yang
menghadapinya. Dalam hal ini tentu bukan hanya besikap menati waktu kapan
berlalunya, tapi ia dengan percaya diri dan dengan harapan penuh menghadapinya.
dia menyadarinya sebagai anugrah menuju tingkatan yang lebuh tinggi. Secercah tamsil,
ketika mahasiswa ingin naik semester tentu melalui pintu ujian (masalah). Jadi
ujian itu di pandang sebagai pemberian keberuntungan, syarat kenaikan derajat.
Bayangkan jika seorang menghindarinya, hingga matinya ia tidak akan naik
semester, absurd memang.
Itulah
masalah, tidak pandang bulu kepada siapa ia akan hinggap, tidak berfikir kalau
ini adalah putra mahkota, atau ini adalah seseorang yang membenci masalah. Ia
tetap buta dalam memilih. Namun dalam hal ini sikap seorang adalah sebagai
penentu bagi masalah itu sendiri, apakah akan menjadi pupuk atau hama. Itulah
persoalan inti dalam ulasan singkat ini.
Disini penulis menawarkan konsep “pohon
masalah” sebagai konsep terbaik dalam menangani masalah. Kalau dalam filsafat
seseorang di tintut untuk berfikir radikal, berfikir sampai akar-akarnya sebgai
ciri berfikir filosofis. Maka dalam mennangani masalah ada konsep pohon
masalah, dimana masalah di tamsilkan sebagai pohon. Pohon, jika anda mencabut
akarnya niscaya matilah batang, ranting sampai ke ujung pucuknya. dan masalah juga
memiliki prosedur yang sama. di telusuri melalui sumbernya, dan ketika telah
ketemu, dari sanalah ujung terbaik penyelesaikannya.kemudian dari akar itu
masalah di pangkas dan barulah kemudian menghadapi cabang-cabangnya hingga
pucuk ahir. Ustadz yusuf Mansur memberi ceramah dalam salah satu majelisnya, “jika
rumah bocor, perbaiki gentengnya terlebih dahulu, barulah kemudian mengepel
lantai”, sebab jika akan mengepel lantai terlebih dahulu maka air hujan akan
tetap jatuh dan bejana pasti penuh.
Dalam solusi menyelesaikan masalah, dirilah
yang lebih mengetahui bagaimana jalan yang terbaik, namun bagaimanapun juga, solusi
dari orang lain bersifat membantu.
o
Orang Tua Ideal
Psikologis seorang anak jika tidak mendapat
tempat dihati orang tuannya, ia akan lari mencari tempat perlindungan. Mencari
teman yang tepat sebagai teman curhatnya, atau bahkan mencari pacar. Terkadang
inilah penyebab utama anak melakukan berbagai kenakalan lainnya. So bagaimana
peran orang tua yang begitu penting. Kini ketika membaca goresan ini anda
menyadarinya. Jangan heran dan menyalahkan buah hati anda terus. Introspeksi
terus apakah ada yang salah mengenaiku (Ortu).
Idealnya orang tua bukan lagi berperan sebagai
orang tua yang terkesan memaksakan kehendak, baik dari hal cita-cita dan
tekanan bahwa ia harus sukses, seakan itu merupakan sebuah kewajiabn mendesak
yang jika tidak, hidup akan hancur. Apalagi menjadi orang tua yang ditakuti dan
harus di turuti dengan konsekwensi besar. Sudah saatnya orang tua bagaikan
sahabat yang paling mengesankan, lebih dicintai dari siapapun yang pernah ia
jumpai dalam hidupnya. Sanggup meluangkan waktunya untuk berbagai
kemaslahatannya. Mulai dari campur tangan tugas, hingga permainannya, bahkan ketika
ia jatuh cintapun orang tua justru mengatakan: tembaklah hai ahmad, jentelmen.!
jangan malu.! Aku yakin gadis manis itu lebih ingin memiliki pacar sepertimu
ketimbang kamu menginginkannya. Sang bapakpun memberikan terik-trik jitu
memikat wanita, hingga ia menceritakan pengalaman masa lalunya bersama puluhan
manatan pacarnya, sampai kisah terindah bersama isrtinya, sampai luncuran
kepintu pelaminan. Sungguh orang tua yang membanggakan, terasa tidak ingin
melewati sedetikpun tanpanya. Orang tua impian para anak. Jangankan manusia,
mungkin jibrilpun bermimpi, jika taqdir berpihak kepadanya, tapi bagaimanapun
juga, goresan pena telah luput dari perintah tuhan. Sehingga jibril berpihak
pada taqdir yang berbeda.
o
Sahabat Ideal
Hakikat sahabat adalah bukan teman curhat,
berbagi dan saling pengertian serta selalu ada di setiap saat. Namun sahabat
yang sesungguhnya adalah yang mengangkat derajat kemuliaan anda, menyelamatkan
anda dari keterpurukan. Dalam dunia mahasiswa, sahabat idela adalah yang
mengejak anda berorganisasi, ngajak diskusi atau kajian-kajian keilmuan
lainnya. Disini sahabat di tekankan pada derajat keilmuan dan kerohanian dan
bukan menonjol pada sisi fisik, bagaikan kelebihan seorang guru atas pembimbing
spiritual dari pada orang tuan sebagai pembimbing fisik. Bukan berarti sahabat
dunia di kesampingkan, tapi jika bisa anda adalah penyelamat bagi teman anda.
Setidaknya dari sisi yang berbeda. Ibarat seorang kiyai membantu dari sisi
spiritual dan seorang bangsawan kaya membantu dari sisi harta atau kekuatan.
Sebab tidak mungkin terkumpul dari satu orang kesempurnaan yang komplit. Jika
sahabat dalam kategori di atas di tekankan, masalah apa yang tidak akan
terselesaikan? Selain itu juga, apalagi bagi mahasiswa yang terlanda masalah,
akan masih diragukan idealitasnya jika harus menyerah, sebab selain ribuan buku
yang menunggu di baca, juga terdapat para dosen caliber di bidangnya yang
setiap saat menanti keluhan anda.
o
Lingkungan Ideal
Jika manusia adalah sang halifah di bumi,
masalah adalah pupuk organiknya, “Penderitaan yang Tidak
Membuatmu Mati, Akan Membuatmu Kuat” (basyrah). Tanpa masalah seorang tidak akan sigap dan menjadi dewasa. Ikan dilaut
relative lebih besar dari pada ikan di darat air tawar. Sebab ikan di laut
besar dengan tantangan, bahkan sarapan pagi dengan masalah, antara memakan atau
di makan. Lingkungan adalah samudra social, seorang akan dewasa didalamnya, dan
problema bersama. Seorang tidak seharusnya terbawa arus masalah, apalagi suatu
yang dikatakan buruk. Terlebih bagi mahasiswa adalah tidak ada kata mati karena
masalah, tapi masalah hanya berkonsekwensi membuat seorang kuat. Malam rabu
lalu, salah seorang ustadz yang mengajarkan ilmu mantiq di asrama, mengajarkan
isi ilmu mantiq, “kebodohan adalah kepada yang memiliki potensi mengetahui dan
tidak mengetahui, dan tidak bisa dikatakan bodoh kepada benda mati dan
binatang”. Setidaknya kita mengambil ibroh kalau manusia adalah guru di bumi
ini. Jadi sebagai guru, semua adalah arif dan bijak dalam menyikapi masalah.
Masalah, sekejam apapun ia, kita harus tau kalau tujuannya hanya satu, yaitu
membuat seorang dewasa. Jadii, sebagai guru, masalah itu adalah pupuk, dan
bukan hama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar