Kemarau, Engkau datang bagai pasukan perang, membakar
hutan, melahap lahan, menghisap air, dan mengubah wajjah bumi hijau kami
menjadi kerontang. Engkau jadikan stok air minum kami menciut, menciptakan jeda untuk mandi dan mencuci. Mnegubah warna sawah kami yang
hijau, kini tinggal tulang belulang. Engkau ciptakan sayap pada debu
dan menjadikannya terbang mengotori dinding rumah kami. Engkau menimbun
wajjah cantik tertata rapi setiap detik menjadi belang. Engkau jadikan
pemilik kelelahan mengelap kaca bening mobil kebanggaan mereka. Engkau
datang memenuhi undangan orang yang mengharapkanmu dan datang menghukum
mereka yang membencimu. Engkau datang dengan setumpuk kontoversial,
diantara petani ada yang berkata; janganlah engkau datang, petani
lainnya berkola; tetaplah bersama kami.
Deretan suangai kecil mengalir deras menyirami kebun anggur, durian, rambutan dan strowbery kami, tetapi kali ini engkau jemput air sampai titik nadi terakhirnya. Engkau singgah disini sampai beberapa dekade lamanya, sampai engkau berlalu dan keadaan akan menjadi semula lagi. Selamat datang wahai engkau, kami menyambutmu dengan bibir manis walau tenggorokan dalam kekeringan, kami akan tetap tersenyum untukmu. Sampai engkau berlalu dengan datangnya hujan menghijaukan taman bunga kami, mengairi lahan-lahan kami dan mengaliri sungai-sungai kecil kebanggaan kami.
(Pancor, 17 Okt 2014)
Deretan suangai kecil mengalir deras menyirami kebun anggur, durian, rambutan dan strowbery kami, tetapi kali ini engkau jemput air sampai titik nadi terakhirnya. Engkau singgah disini sampai beberapa dekade lamanya, sampai engkau berlalu dan keadaan akan menjadi semula lagi. Selamat datang wahai engkau, kami menyambutmu dengan bibir manis walau tenggorokan dalam kekeringan, kami akan tetap tersenyum untukmu. Sampai engkau berlalu dengan datangnya hujan menghijaukan taman bunga kami, mengairi lahan-lahan kami dan mengaliri sungai-sungai kecil kebanggaan kami.
(Pancor, 17 Okt 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar