Sabtu, 18 Oktober 2014

Menumbuhkan Jiwa Nasionalisme Mahasiswa



Pagi buta, dengan diliputi rasa kantuk yang menjahit mata. Mahasiswa 2013 di bangunkan dengan dengan ucapan manis Islam lagi kental. 

Assalamu’alaikum, ucap bapak Pembina dan bapak Satpam sambil mengetuk tiap pintu yang tertutup rapat. Ucapan itu menuntut untuk dibalas, namun sebagian mahasiswa terkadang tak mampu membalasnya. Bibir seakan nempel bagai kena lem alteco. Ada rasa berdosa sebab kelalaian, setelah terbangun dan membalut muka dengan kesucian air wudhu. Setan berlarian menghindar. Kebenaran memenangkan peperangan melawan kebatilan. Kegelapan telah lari dan di waspadai kedatangannya kembali. Kini saatnya mu’azzin mengumandangkan azan. Ia bertindak sebagai wakil Tuhan dalam memanggil hamba untuk mi’raj menghadapNya. Mahasiswa khusyuk menikamti suguhan spiritual Tuhan dan tenggelam dalam damainya keikhlasan. Selesai sembahyang mahasiswa lagi-lagi bersama dalam satu tujuan. Memohon kasih suci Tuhan demi kehidupan hambaNya. Terdenganr lantunan do’a yang membobol arasyNya, dengan keindahan suara yang di banggakan. Sampailah mahasiswa kepada inti acara rutin. Menyanyikan dua buah lagu kebangsaan. Mahasiswa bngkit dengan penuh semangat. Kaki menginjakkan tanah seakan menggetarkan bumi, tangan mengepal seakan siap tempur, kepala meninggi bagai melihat Tuhan, badab tegak bagai tiang listrik yang tidak akan tumbang kecuali jika tertabrak sepeda onta, hati teguh dan lurus bagai Negara bergantung pada semangatnya selama bernyanyi. Imajinasi kembali berhayal seandainya ia salah satu pahlawan bangsa. Akal kembali tersadarkan realitas kalau dirinya lahir dalam masa yang berbeda. Merekapun sadar bahwa taqdir memintanya jatuh pada masa dan tempat yang terbaik. Dengan tugas dan solusi yang berbeda walau tujuan tetap sama. Waktu boleh berbeda, kini saatnya melihat kedepan bagaimana membangun bangsa, dengan permulaan penanaman rasa nasionalisme yang tinggi  kepada seluruh pemuda bangsa, dan hal ini terimplementasikan distiap pagi oleh mahsiswa STFI Sadra 2013.
Acara ini seharusnya menjadi agenda yang di tekankan di seluruh penjuru Negri, bukan hanya kewajiban pemerintah, namun kepad setiap individu yang memiliki pemeikiran cerdas bagaimana mewujudkannya, mahasiswa STFI Sadra telah memberi contoh real. Namun sebuah pertanyaan terintas dari fikiran jernih penduduk bangsa, apakah didikan ini mampu menunjukkan eksistensinya dalam dalam pendidikan pemuda bangsa ? sebagian berfikir tentu akan membuahkan hasi cemerlang. Didikan yang baik tentu membuahkan hasil yang baik dan sebaliknya. Kaidah ini berlaku secara umum dan masyhur serta begitulah hasil secara kebiasaan. Kebiasaan belum tentu sukses berkelanjutan dengan hasil yang di cari. Jika kita melihat problematika bangsa ini. Tidak disangkal beberapa wilayah bagian NKRI telah terjadi berbagai keinginan sepihak. Ada yang ngotot ingin merdeka, dan menghasilkan otonomi daerah, namun yang snagat disayangkan ada daerah yang sampai lepas dan merdeka, sebuah tragedi yang paling memilukan disetiap benak penduduk Negri yang merindukan persatuan dan yang memiliki jiwa nasionalisme yang dalam. Siapakah yang salah, pemerintah yang kurang tegaskah ? atau setiap penduduk bangsakah ? namun bukankah pemerintah bersasal dari para pemuda didikan bnagsa sendiri ? tentu jawabannya iya. Masih terdapat sebuah pertanyaan agung dalam pencarian solusi tepat. Apakah yang salah dalam didikan anak Negri ? atau didikan tersebut masih sangat kurang dan belum merasuki jiwa. Nasehat-nasehat nasionalisme dari para punggawa nasional yang di ungkapkan melalui bibir mulia para Kiyai, pesan dari media cetak dan elekraonik bahkan yang tersebar keseluruh penjuru dengan lagu-lagu nasional. Masing masing memberikan kontribusi besar dalam pesan moral kebangsaan.
STFI Sadra dengan cita-cita sebagai kampus percontohan Indonesia mengawali program penanaman jiwa nasionalisme yang kental kepada para mahasiswanya, khususnya angkatan 2013 putra. Mereka berada dalam binaan Pak Suprihatin dengan didampingi Pak Kusni menjalankan tugas keasaramaan yang diamanatkan kampus kepadanya. Melihat fenomena bukan hanya fenomena besar dalam sebuah Negara dan mancan Negara. Namun fenomena sekecil apapun ia, dimanapun tempat keberadaannya, sudah selayaknya kita cermati sembari mencari jalan keluarnya. Bahkan kampus jika di didifiinisikan secara structural bermakna komunitas Negara terkecil. Mahasiswa sebagai rakyat kampus tidak lepas dari sorotan fenomena. Hasil didikan karakter jiwa, keadaan social dan perkembangan pemikiran. Ada hal menarik yang perlu kita soroti bagimana mahasiswa yang masih dalam gemblengan, masih memiliki kearifan dan sifat kritis yang tinggi melanggar pesan-pesan kebangsaan yang diucapkan disetiap pagi jernih. Mungkinkah pengahayatannya masih sangat kurang, atau memang karakter mahasiswa belum bisa tersentuh. Dua lagu kebangsaan Indonesia raya dan bertingkah laku halus hai putra Negri memilki pesan nasionalisme yang mendalam. Lagu kebangsaan Indonesia raya menyimpan pesan mencintai Bengsa  dan Negara dengan segenap jiwa raga dan pengorbanan lainnya. Pesan membela Bangsa dan Negara bukan hanya sekedar doktrin bangsa, ini bahkan pesan setiap agama, khususnya Islam. Islam banyak menyebutkan keharusan membela Negara. Dalam implementasi yang  yang di contohkan baginda Nabi besar Muhammad SAW. Dimana beliau dalam Negara Madinah demi menciptakan keadaan yang aman antar sesame penduduk Madinah diadakan perjanjian Madinah yang terkenal dengan nama piagam Madiah. Isi piagam ini sampai sekarang masih sangat terkenal sebagai salah satu bukti otentik adanya Negara Islam yang mengharuskan penduduknya membela Negara tersebut dari ancaman luar. Lagu kebangsaan berjudul bertingkah laku halus hai putra Negri, lengkapnya berbunyi “bangun pemdi pemuda Indonesia, lengan bajumu sinsingkan untuk Negara, masa yang akan datang kewajibanmulah, menjadi tanggunganmu terhadap nusa2x. Sudi tetap berusaha, jujur dan ikhlas, tak usah banyak bicara, terus kerja keras, hati teguh dan lurus, fikir tetap jernih, menjadi tanggunganmu terhadap nusa2x.”Pesan moral nasionalisme tertera jelas dalam bait-bait lagu ini, memulai dengan pesan estafet perjuangan bangsa akan secara otomatis jatuh kepada putra-putri Bangsa dari para pemuda menggantikan para tetua. Bagaimanapun juga tidak dapat disangkal bahwa generasi ummat Manusia hidup secara bergiliran. Dahulu para tetua Bangsa hidup muda dan berjuang mempersiapkan diri menjadi pengganti tetua sebelumnaya. Dan kini mereka saatnya akan tergantikan oleh para pemuda calon pemegang amanat Bangsa. Sebagaimana yang dilakukan para tetuan sebelum memegang amanat selayaknya pemuda hari ini melakukan hal yang sama bahkan lebih, sebab amanat hari ini jauh lebih berat seiring dengan tantangan zaman yang berbeda. Pemuda Bangsa Indonesia selayaknya memegang teguh jargon dari bait lagu tersebut, “tak usah banyak bicara, terus kerja keras” Negri ini dengan jutaan problematika yang menanti seperi kesenjangan ekonomi dan kemiskinan, pemukiman kumuh, rendahnya tingkat pendidikan, kesenjangan social dan keterbelakangan. Semua itu butuh kerja ekstra keras dalam mewujudkannya, tidak akan selesai hanya dengan banyak bicara, diskusi dan perdebatan yang tercermin dalam acara televise dan radio. Jika hanya sekedar berbicara hanya akan menambah maslah bangsa. Sayogyanga setiap ada masalah ada solusi cerdas menanti dari para pembesar dan para pemikir bangsa ini hingga tidak terkesan main-main dalam pergulatan tanggung jawab. “sudi tetap berusaha, jujur dan ikhlas”,kejujuran dan keikhlasan merupakan dasar utama dari sebuah perjuangan dagi para pemegang amanat dan kepada setiap individu penduduk bangsan dalam menjalani hidupnaya. Bukankah setiap insan memeiliki amanat tersendiri dari Tuhan yang Maha Esa. Bagi yang belum memeilki sifat jujur dan ikhlas sudi tetap berusaha untuk memelikinya sebagaimana anda berusaha meraih harta yang dengan mudah didapat ketika diinginkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Read more: http://www.caraseoblogger.com/2013/11/cara-menambahkan-animasi-burung-twitter.html#ixzz3GY9CTcvx