Selasa, 21 Oktober 2014

Plagiarisme; Budaya Buruk Era Modern

A.    Sekapur Sirih
Proses menjadi bisa merupakan jalan yang harus di lalui setiap pelajar. Setip orang dapat berusaha melakukan jalan apa saja menuju sukses, menjadi guru, menjadi seorang ilmuan. Untuk mengethui, seorang dapat mempelajari berbagai bidang ilmu pengetahuan, mulai dari seni budaya, filsafat, antropologi geometri
dan lainnya. Belajar dimana saja, kapan saja dan buku apa saja. Seluruh ranah keilmuan yang ingn kita pelajari telah tersedia di abad kontemporer ini, bersama para guru besar yang menjamur di seluruh penjuru dunia. Dengan kemajuan teknologi dan sains yang pesat, semua imformasi dan kebutuhan ilmu pengetahuan sangat mudah di dapat. Dengan sarana prasarana yang serba mendukung tersebut, memiliki dapak positif bagi kemajuan peradaban suatu bangsa. Namun selain dampak positif tersebut, berserakan juga dampak-dampak yang tidak di inginkan.
Dengan kemajuan yang berdampak pada kemudahan kerja, ternyata justru banyak memberikan kemalasan berkarya. Kemalasan berfikir dan menghasilkan karya orisinal. Padahal karya orisinal sangat di tunggu dan di patut di hargai sebagai sebuah karya yang membangun peradaban intelektualitas. Jika saja para dosen melakukan plagiarisme, lalu apalagi para pelajar dan mahasiswa yang akan tidak melakukannya. Tindak palgiarisme harus sebisa mungkin untuk di hindari demi kemajuan. Memang kita tidak dapat melakukan pencegahan secara menyeluruh, namun kita dapat memulai berlatih agar bagaimana kita sendiri dapat terjauh dari aksi plagiarism, sehingga nantinya ketika kita telah mampu dan mandiri dalam berkarya, serta memiliki pandangan orisinal punya komitmen yang cukup, tiap pribadi dapat melakukan pengajaran bagaimana berkarya dan mengurangi maraknya tindak plagiarism.
Cara terbaik menyelesaikan skandal ini hanya melalui pendidikan dan latihan berkarya, menulis orisinal walau pada awalnya karya cendrung buruk dan susah untuk di fahami, namun selama itu adalah usaha sendiri, tetap patut di apresiasi dan terus di beri pupuk semangat tanpa lelah. Para cendikiawan, para sastrawan dan pendidik memiliki bagian terbesar dalam kasus ini. Bagaimanapun juga tindakan plagiarism yang di pandang tak baik ini harus di kurangi demi peradaban. Palgiarisme memang memperihatinkan, utamanya di negri kita indonseia tercinta ini, jangankan pelajar  SLTP  dan SLTA, mahasiswa sampai para dosenpun tidak sedikit yang juga terjangkit dalam tindak palgiarisme. Berbagai kabar pernah kita dengar dan tahu kalau fenomena ini menjamur. Bukan hanya dalam negri, namun masih terjadi di negri adidaya amerika serikat. Penulis memang masih merasa sedikit heran mengapa plagiarism begitu laris bahkan di negri yang tingkat pendidikannya sudah tergolong tinggi, jika plagiarism terjadi di Indonesia, utamanya di kota-kota kecil mungkin tidak terlalu menyedihkan, sebab bagaimanapun juga tingkat pendidikan di Indonesia masih belum tamat SD. Tapi bukan berarti kita membiarkan terus menerus dalam keadaan seperti itu, setidaknya jika belum mampu melangkah, haruslah ada komitmen yant kuat bagaimana menguranginya.

B.     Pendalaman Tema Terkait
Jika kita menyebut plagiarism sebagai sebuh budaya, mungkin merupakan kekeliruan. Jika budaya di sebut sebagai sebuah “hasil kreasi, ide gagasan, cipta, rasa dan karsa manusia”,munkin plagiarisme masuk dalam sebuah budaya baru abad modern dan mungkin pula tidak, sebab sebuah budaya dikatakan budaya dengan karakteristik tertentu, namun disini bukanlah tempatnya untuk mengupasnya. Tapi karena plagiarisme di negri ini banyak yang menyebutnya sebagai sebuah budaya buruk seperti halnya mencuri dan korupsi.Sebuah budaya yang berkembang seiring dengan berkembangnya science di iringi perkembangan teknologi yang pesat pula, perkembangan ilmu pengetahuan menyumbang kemajuan pesatterhadap kemajuan dunia di seluruh lini kehidupan. Ha ini telah mampu memberi manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia, tapi seluruh kemudahan, sarana prasarana yang membantu manusia menuju kemakmuran hidup ini justru banyak menenggelamkan manusia kepada budaya yang kurang menguntungkan bagi persoalan tertentu, dan yang paling menarik di simak ternyata kemajuan teknologi seakan menyumbang sebuah sarana menuju plagiarisme.
Jika seorang menyebut budaya, akan terlintas sebuah kearifan dan sebuah hasil kreasi agung manusia, baik itu merupakan budaya warisan masa klasik yang di wariskan secara turun temurun atau yang terlahir pada era belakangan. Semua orang akan mengakui budaya sebagai sebuah icon yang berharga. Namun tidak untuk yang satu ini, “budaya palgiarisme”, palgiarisme bukanlah sebuah budaya yang baik untuk di praktekkan apalagi untuk di wariskan. Justru jika budaya plagiarimse di wariskan, bukannya akan membuat masyarakat yang mengembangkannya menjadi berkarakteristik kuat dan khas, justru akan bertambah terbelakang tercela. Masyarakat ataupun pribadi dimana budaya plagiarisme banyak di praktikkan, tidak di ragukan lagi akan jauh berbeda dengan mereka yang menjauhi dan memandang plagiarism sebagai sebuah tindakan keliru. Sudah tentu bagi yang menjauhi plagiarisme memiliki prospek[1]maju, teguh dan menghasilkan banyak karya tulis orisinal. Kita bisa melihat ini pada masa keemasan islam di era abad ke3-13 H. dimana ilmuan-ilmuan musliam banyak memunculkan karya-karya gemilang dan tak ternilai. Bahkan karya-karya tersebut masih bisa kita saksikan hingga saat ini. Dan tentu masih banyak karya-karya tulis lainnya yang tidak sampai kepada kita, mungkin dengan berbagai sebab seperti pembakaran buku oleh oknum pada masa tertentu seperti yang tertera dalam sejarah yaitu penaklukkan dinasti abbasiyah oleh pasukan mongol.
Pada era tersebut belum ada teknologi seperti di zaman modern yang akan memudahkan orang untuk menjiplak karya orang lain, dan hasilnya telah kita saksikan dan tertera dalam keabadian sejarah. Hari ini kita telah menerima warisan science yang begitu gemilang dan tersedia dimana saja dan dapat dengan mudahnya kita akses secara online di internet. Seharusnaya kemajusan sarana yang mempermudah akan membuat manusia semakin gencar dan bersemangat menghasilkan karya orisinal. Namun realitas itu msaih banyak yang melenceng tidak sesuai harapan.Menarik kita cermati bagaimana kasus-kasus plagiarism yang menimpa para dosen bahkan yang telah tertempel di pundaknya sebutan “guru besar”, mereka bukanlah sembarang orang, mereka adalah para dosen terpilih dan mendapatkan kehormatan besar menjadi guru besar. mereka adalah para ahli di bidangnya yang telah di anggap mampu dan cemerlang dalam karya-karyanya. Merekalah yang selalu berteriak dan bahkan menberi contoh bagaimana berkarya orisinal, tapi mereka toh terpeleset juga dalam jurang aib tersebut. Lalu bagaimana jadinya jika para pemberi contoh justru mereka yang melakukannya. Mungkin kita akan mencela jika mengetahui mahasiswa melakukan palgiarisme dalam tugas-tugas kuliahnya namun, jika itu di lakukan oleh guru besar, kita patut berduka. Sebab “peradaban juga ikut dirugikan karena tindak plagiarism[2]”.

C.    Kapan Seorang Dikatakan Plagiator[3]?
Sebelum penulis mengupas tema ini, ada baiknya penulis menyinggung sedikit tentang pengertian plagiarisme. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan RI Nomor 17 Tahun 2010 dikatakan: "Plagiat adalah perbuatan sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai[4]".Dalam Kamus ilmiah popular dikatakan: “plagiat adalah tindakan penjiplakan hasil karya orang lain dan dipublikasikan sebagai hasil karya sendiri”. Jadi plagiarisme dapat diberikan tanda seperti di bawah ini:
1)      Mengutip kataatau kalimat orang lain tanpa ada tanda kutip dan penyebutan sumbernya.
2)      Menggunakan gagasan, pandangan atau teori orang lain tanpa penyebutan sumbernya.
3)      Menggunakan fakta (data, informasi) milik orang lain tanpa penyebutan sumbernya.
4)      Mengakui tulisan orang lain sebagai tulisan sendiri.
5) Melakukan parafrase[5] tanpa penyebutan identitas sumbernya.
Seorang yang melakukan salah satu dari 5 (lima) ini, apalagi semuanya, berhak diponis sebagai plagiator. Jika sang plagiator adalah para mahasiswa, perlu mendapat perhatian serius bagaimana lebih membina menjadi mahasiswa yang produktif berkarya. Dan jika ingin mengutip karya tertentu, tentu harus mencantumkan sumber secara jelas. Penting di ingat singgungan renald kasali dalam artikelnya “orang pintar plagiat” yang menyatakan: “saya pernah di datangi beberapa orang dosen yang meminta izin menggunakan buku saya untuk dijadikan diktat di kampusnya. Ia merasa dengan meminta izin sudah cukup bertanggung jawab. Semua ini menunjukkan kampus-kampus perlu mengajarkan kembali para pengajarnya tentang makna plagiat secara konprehensif”.Jika kita analisis, meminta izin meemakai tidak cukup untuk tidak dikatakan plagiat, jadi harus diikuti dengan penyebutan identitas sumber secara jelas, barulah terbebas dari kata plagiarisme.
Ninok leksono, seorang rektor UMN dalam sebuah artikelnya menyebutkan berbagai pelanggaran plagiarism juga terjadi di kalangan mahasiswa AS, bahkan ketika di Tanya mereka mengelak dengan alasan halaman yang ia kutip tidak mencantumkan imformasi tentang penulis. Dalam artikel itu juga disebutkan “agar para mahasiswa menyebutkan identitas sumber yang ia kutip dengan mengikuti tata cara pengutipan guna menghindari plagiarisme”.Seperti yang telah di kupas, seseorang dikatakan plagiator jika tidak mengikuti tata cara pengutipan, mempelajari dengan di ikuti latihan yang intensif, akan menumbuhkan pribadi-pribadi produktif dan terhindar dari plagiarism. Semua orang berperan bagaimana menjadikan negeri ini menjadi sebuah negri dengan peradaban yang dapat di banggakan, dengan tingkat pendidikan yang tinggi dan tingkat kreasi yang produktif. Sebab masalah plagiarism telah menjadi fenomena memperihatinkan, dan tentu semua puhak harus mengawal ketat tindak plagiarism sebagaimana tindak kriminal dikawal ketat. “melonggarkan aturan plagiarism hanya akan menciptakan insan males, yang hanya akan puas dengan karya yang sudah terbit sebelumnya [6]”. 

D.    Plagiarisme; menggadaikan kehormatan
Plagiarism merupakan tindakan memalukan, bagaimanapun juga tindakan pengambil alihan karya orang lain kemudian di klaim sebagai milik diri sendiri bukanlah tindakan yang bermoral. Akan lebih memalukan lagi jika pelaku plagiarism adalah para guru besar, sangat mengherankan  “justru di lakukan oleh para pendidik yang seharusnya memberi contoh[7]”. Seorang yang notabenenya telah memiliki tingkat strata sosial tinggi dalam kehormatan dan pendidikan, bisa tercemar hanya karena ketahuan aksi plagiarisme. Apa yang kurang dari para guru besar, apakah mereka terlalu sibuk dan tidak sempat memperhatikan karya-karyanya? Atau malas berkarya, dan mungkin juga kemampuan berkarya masih perlu di asah lagi, sebab “seorang sarjana bukan berarti mampu menulis, faktanya banyak dosen yang mengambil program doctoral kesulitan merajut pemikirannya menjadi tulisan yang baik[8]”.
Seorang mahasiswa akan sangat baik ketika memiliki kemampuan berkarya yang bagus, bahkan jika mahasiswa telah terbiasa menulis makalah dan segala macam tugas kulyahnya dengan karya orisinalnya sendiri, tentu menjadi modal utama menjadi penulis handal, negri ini membutuhkan putra-putri bangsa yang seperti itu. Jika kita memperthatikan beberapa kasus plagiarism, justru banyak terjadi di kampus-kampus yang notabenenya sebagai tempat pengkaderan para bibit unggul ilmuan Negara. Sehingga ketika telah keluar, mereka bukannya sebagai para pendidik yang malas berkarya dan hanya terus-terusan terjebak plagiarisme.
Orientasi hidup, dan menuntut ilmu pada khususnya adalah mengetahui, dan mengetahui akan berujung pada kebahagiaan. Seseorang yang banyak mengetahui mereka akan sadar dan pada akhirnya menemukan kebenaran yang mengantarkannya kepada apa yang dicariya selama ini. Seuah ujung itulah yang dicari, yaitu kebahagiaan. Sentilan ini ada kaitannya dengan motivasi menulis, dikatakan seorang yang naru selesai menulis akan terasa fresh fikirang dan juga anggota tubuh. Bahkan ketika seorang dalam keadaan sedang pusing apalagi sedang dirundung masalah kemudian menuliskan menulisakan semua permasalahan yang ada, serasa sangat fresh dan telah keluar dari masalah. Bahkan menulis dapat berdampak positif pada kesehatan. Dari ulasan ini kiranya kita dapat termotivasi untuk mencoba menulis dan menghindari plagiarisme, sebab menulis memiliki banyak maknya dan dapat bermanfaat di pandanga dari sudut manapun. Seakan hanya menhasilkan kebaikan dan kebaikan. Sedangkan tradisi plagiarisme hanya akan melahirkan kebodohan, dalam sebuah artikel ilmiahnya, renald kasali menyebutkan; “di inggris plagiarisme mengganggu kehormatan, bahkan lebih buruknya lagi tradisi plagiarisme adalah sama dengan tradisi mencuri”. Di negri ini telah kita saksika plagiarisme merambah memasuki dunisa akademisi sampai para pejabat Negara. Namun dengan adanya pengawasan ketat terhadap plagiarisme, semua akan ketahuan melalui kecanggihan teknologi. Sehingga para mahasiswa harus berfikir seribu kali terlebih dahulu sebelum melakukan tindakan tersebut.
Seorang guru besar UMN. Ninok leksono dalam sebua artikelnya seakan menyebutkan plagiarisme sebagai sebuah tindakan yang tidak beretika berpengarus besar terhadap etos kerja plaku. Jika telah mempengaruhi etos kerja seorang, apalagi yang bersangkutan adalah para pejabat Negara, telihat sangat merugikan Negara, merugikan peradaban. Jika peradaban ikut dirugikan, apalagi kreatifitas individual yang tidak dirugikan. Kemampuan kreasi akan mati karenanya. Menghasilkan kemalasan berfikir. Pada umumnya tingkat kreasifitas berkarya di negri kita indonesi masih sangat rendah, padahal dengan 245 jt penduduk pasti memiliki banyak ilmuan, dan menghasilkan banyak karya ilmiah secara rasionya, namun jika kita melihat perbandingannya di antara Negara-negara tetangga kita, “di tahun 2004, menurut laporan UNESCO, jumlah publikasi ilmiah Indonesia hanya sekitar 0.012% dari total publikasi ilmiah yang ada, jumlah ini setara dengan 522 buah karya ilmiah. Masih sangat jauh jika dibandingkan dengan publikasi ilmiah yang dihasilkan oleh negara-negara tetangga seperti Singapura (5781), Thailand (2397) dan Malaysia (1438)[9]”. Mungkin kita tidak heran dengan rendahnya tingkat kreativitas karya ilmiah di negri ini, kita juga tidak yakin semua para dosen memiliki kemampuan berkarya. Buktinya bahkan para guru besarpun terkena kasus plagiat. “Berikut beberapa nama yang terlibat tindak plagiarisme:Anggito Abimanyu guru besar di UGM,Dr. Ipong S Azhar, Prof. Anak Agung Banyu Perwita, Prof Dr. Isjoni Ishaq, Dr. Cecep Darmawan, Dr. B Lena Nuryanti, Dr. Ayi Suherman, Dr. dr. Felix Kasim MKes dan Wakil Rektor II Unhas, Dr. dr. Wardihan A Sinrang[10]”.

E.     Solusi Cerdas Bagaimana Menghindari Plagiarisme
“Berikut beberapa langkah usaha belajar agar dapat menghasilkan kreativias dari membaca dan tentunya dapat terhindar dari jebakan plagiarisme:
1)      Tentukan buku yang hendak anda baca
2)      Sediakan beberapa kertas kecil (seukuran saku) dan satukan dengan penjepit.
3)      Tulis judul buku, pengarang, penerbit, tahun terbit, tempat terbit, jumlah halaman pada kertas kecil paling depan
4)      Sembari membaca buku, salin ide utama yang anda dapatkan pada kertas-kertas kecil tersebut.
5)      Setelah selesai membaca buku, anda fokus pada catatan anda
6)      Ketika menulis artikel, maka jika ingin menyitir dari buku yang telah anda baca, fokuslah pada kertas catatan.
7)      Kembangkan kalimat anda sendiri dari catatan yang anda buat[11]
Dalam artikel Purwani Istiana dan Purwoko di atas, kita dapat menyimpulkan, sebagai pribadi haruslah rajin membaca, dan membaca bukan hanya sekedar membaca, melainkan dengan aturan tertentu sehingga sang pembaca dapat menuai hasil melalui pengembangan hasil bacaan tersebut. Tentu saja dapat dituangkan menjadi sebuah artikel, karya ilmiah, opini dan berbagai karya lainnya. Sebagai seorang pelajar, penulis sangat terkesan dengan ide, gagasan dari artikel Purwani Istiana dan Purwoko. Sebab dapat memberi saya motivasi yang berharga bagaimana langkah-langkah membaca yang dapat membawa pembaca menjadi insan kreatif nantinya. Membaca adalah sebuah jalan cerdas bagaimana mendapatkan pengetahuan mengisis memory kosong dalam otak manusia, seorang tanpa banyak membaca, mustahil dapat memperkaya ilmu pengetahuannya. Membaca bisa di katakana sebagai salah satu jalan menuju mengetahui, selain mendengar, meraba dan berfikir tentang suatu objek. Membaca di iringi analisis, mendengar diiringi analisis dan berfikir diiringi analisis akan menghasilkan suatu yang tentunya baru.  Sarana untuk menjadi intellectual sudah tersedia, isstrumen epistemology yang ada pada tubuh dan sarana eksternal seperti perpustakaan, perpustakaan digital dan sarana internet sangat mendukung memperluas pengetahuan. Seakan hari ini sudah tidak da alasan lagi untuk mengelak  tidak berpengetahuan.  
Bimbingan sang guru sangat menentukan bagaimana mendidik anak para pelajar menjadi mandiri dalam berkarya, sebab dengan menjadikan pelajar menjadi pribadi yang percaya diri dan mandirilah yang akan mengantarkan diri mereka tidak bergantung pada karya orang lain sebagai solusi tugas-tugas kuliah. Jika hanya mengandalakn peringatan tanpa melatih dan  mendidik, mungkin akan menjauhinya dalam jangka waktu tertentu, namun jika telah ada kesempatan, apalagi sedang terdesak, tentu akan terjebak juga, sebagaimana kata bijak yang mengatakan  “kejahatan itu bukan karna semata-mata niat dari si pelaku, tapi karena adanya kesempatan[12]”. Dari sini kemudian penulis dapat mengambil sebuah kesimpulan bagaimana menumbuhkan pribadi yang berkarakter, terdidik, terbiasa dengan latihan dan rajin membaca akan menjadi pribadi yang mandiri dan tidak terkena tindakan plagiarisme. Beberapa hal yang juga dapat memungkinkan terjadinya plagiarisme, adalah karena kesibukan, dan lainnya, “berikut beberapa rinciannya:
1)      Terbatasnya waktu untuk menyelesaikan sebuah karya ilmiah yang menjadi beban tanggungjawabnya. Sehingga terdorong untuk copy-paste atas karya orang lain.
2)      Rendahnya minat baca dan minat melakukan analisis terhadap sumber referensi yang dimiliki.
3)      Kurangnya pemahaman tentang kapan dan bagaimana harus melakukan kutipan.
4)      Kurangnya perhatian dari guru ataupun dosen terhadap persoalan plagiarism[13]”.
Mengenai rincian di atas, telah di jelaskan dengan panjang lebar dari awal makalah hingga akhir,  penulis rasa penjelasan mengenai sebab musabbab seorang melakukan tindak plagiat telah cukup di singgung.

F.     KESIMPULAN
Plagiarisme sebagai sebuh budaya buruk hasil transformasi kemajuan science dan teknologi canggih. Kemajuan science menguntungkan manusia dan peradaban bumi, titunjang dengan kemajuan teknologi canggih dimana setiap orang dapat mengakses imformasi setiap saat. Dari sini kemudia sebagian kalangan memanfaatkan kesempatan untuk melakukan berbagai tindakan yang tidak seharusnya dilakukan, itulah plagiarism. Aksi plagiarism marak seiring kemajuan teknologi yang seakan memberi ruang kepada setiap penggunanya “copy and paste”, artinya disini kita dapat melihat terjadinya sebuah penyalahgunaan. Plagiarisme, tidak lahir dahulu sebagaimana ilmu pengetahuan lahir, namun kita dapat memprediksi kalau plagiarisme lahir bersamaan dengan kemudahaan imformatika. Plagiat telah merajalela dikalangan akademisi dan pejabat. Kemudian banyak kalangan menyebutnya sebagai sebuah kecurangan, pencurian intelektual, dan penulis kemudian menyebutnya sebaga “budaya buruk era modern”. Sebab disini penulis melihat plagiarism tidak lahir sebelum era modern. Dizaman klasik, keemasan islam, apalagi di era yunani kuno. Kita sama sekali tidak mendapat imformasi tentang perkara ini. Sehingga penulis cendrung menyimpulkan plagiarism muncul di era modern. Aksi plagiarism bukanlah budaya yang baik, plagiarism hayalah budaya buruk yang akan menyumbang kemerosotan peradaban dan sama sekali tidak memiliki dampak positif terhadap perkembangan kreasi dan produktivitas anak negri.

G.    SARAN
Untuk lebih mendalami tentang budaya/tradisi plagiarisme, pembaca jangan mencukupkan diri dengan makalah ini. Makalah ini hanyalah sekelumit gambaran general[14], dan tentu ada ulasan yang jauh lebih luas. Plagiarisem secara konprehensif terlalu luas untuk diulas dalam lembaran-lembaran makalah ini. Sehingga demi menunjang pengetahuan yang konprehensif pula, di haruskan bagi yang ingin mendalaminya lebih menggeluti berbagai referensi dan menganalisis fenomena-fenomena di bangsa ini yang akan memperkaya pengetahuan pembaca. Bangsa ini membutuhkan para pemikir besar yang harus memenuhi negri ini dengan karya-karya sehingga tercapai peradaban maju, jika bangsa ini memiliki banyak ilmuan-ilmuan di berbagai bidang, mungkin akan sangat janggal jika tidak dapat memajukan negri ini. Dengan menghindari aksi plagiarisme dan terus berkarya,pembaca telah menyumbang sebagian peradaban kepada bangsa ini, jadi inilah peluangpembaca sebagai putra putri bangsa.

DAFTAR FUSTAKA
Ninok leksono, dalam artikel “copy and paste” musuh berfikir

Renald kasali, dalam artikel “orang pintar plagiat”.



[1] Pandangan ke depan
[2] Ninok leksono, dalam artikel “copy and paste” musuh berfikir
[3] Pelaku plagiat          
[4]http://lib.ugm.ac.id
[5]Mengubah kalimat orang lain ke dalam susunan kalimat sendiri tanpa mengubah idenya
[6] Ninok leksono, dalam artikel “copy and paste” musuh berfikir.
[7] Renald kasali, dalam artikel “orang pintar plagiat”.
[8] Ibid.
[9]http://erywijaya.wordpress.com/2010/04/16
[10]http://m.okezone.com/read/2014/02/25/373/946214
[11]http://lib.ugm.ac.id, artikel Purwani Istiana & Purwoko
[12]http://erywijaya.wordpress.com
[13]http://lib.ugm.ac.id
[14] Umum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Read more: http://www.caraseoblogger.com/2013/11/cara-menambahkan-animasi-burung-twitter.html#ixzz3GY9CTcvx